Monday, February 4, 2013

Tiga Kata untuk Tiga Museum

Sepi. Pengap. Gelap.

Itulah tiga kata yang akan saya ungkapkan kalau ditanya bagaimana kesan ketika mengunjungi museum. Nggak semua museum sih…. Ada banyak museum di DKI Jakarta, tapi di sini saya akan mengulas tiga museum, yaitu Museum Sumpah Pemuda, Museum Kebangkitan Nasional, dan Museum Joang 45.

1.    Museum Sumpah Pemuda 
  Museum ini terletak di Jl. Kramat Raya No. 106, Jakarta Pusat. Ada tujuh ruangan di dalam bangunan utama museum dan tiga ruangan yang terpisah dari bangunan utama, dengan ruangan yang paling besar adalah ruangan dengan dekorasi patung yang menggambarkan suasana ketika W.R. Supratman memainkan lagu Indonesia Raya dengan biolanya. Beberapa koleksi yang ada di Museum Sumpah Pemuda adalah panji-panji dari organisasi kepemudaan berbagai daerah, biola W.R. Supratman, benda-benda perlengkapan kepanduan, buku-buku sejarah, dan diorama suasana Kongres Pemuda II. Selain itu, di beberapa ruangan terpasang komputer layar sentuh yang berisi keterangan tentang museum dan sejarahnya.


 Di halaman belakang museum terdapat pahatan dinding berukuran besar yang indah dengan taman kecil di depannya. Sayang, ketika saya berkunjung ke sana air mancur yang terpasang tidak dinyalakan.
 Berbarengan dengan kunjungan saya, ada serombongan anak SD berusia sekitar 9 tahun berjumlah kurang dari sepuluh orang dan dua orang dewasa, mungkin guru pendamping. Saya baru membaca semua keterangan di dinding tentang koleksi yang ada di dua ruangan ketika mereka semua, anak-anak SD itu, selesai mengunjungi seluruh museum dan keluar. Mungkin anak berusia 9 tahun belum tertarik membaca penjelasan koleksi museum dan lebih senang melihat sepintas koleksi lalu foto-foto.

2.    Museum Kebangkitan Nasional
  Lokasi Museum Kebangkitan Nasional ada di Jl. Abdurrahman Saleh No. 26, Jakarta. Letaknya dekat dengan haltebus Transjakarta Kwitang. Menurut tulisan di gerbang depan gedung dan brosur museum, museum ini menempati gedung bekas STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen)—sekolah kedokteran untuk kaum pribumi.
 Bangunan induk Museum Kebangkitan Nasional berbentuk persegi melingkar, dengan halaman dan beberapa ruangan di tengahnya, dan dibagi menjadi ruang pengenalan, ruang sebelum pergerakan nasional, ruang awal kesadaran nasional, ruang pergerakan nasional, dan ruang pendidikan STOVIA.
  Menurut saya, ruang pengenalan sampai ruang pergerakan nasional sangat menjemukan. Menempati mayoritas bangunan induk, ruangan-ruangan tersebut kebanyakan hanya berisi foto-foto yang dibingkai dan disertai sedikit penjelasan. Tak jarang beberapa foto yang berbeda memiliki penjelasan yang sama persis. Ruangan yang besar juga tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Hanya sedikit ruangan yang di tengahnya diletakkan maket atau diorama. Selebihnya hanya berisi foto yang dipasang di dinding.
  Saya sangat bersyukur ketika memasuki ruang pendidikan STOVIA, yang didukung oleh ruang asrama, dosen, dan peragaan kelas STOVIA. Di dinding ruangan dipasang penjelasan besar dengan gambar yang memenuhi dinding—menurut saya sangat menarik—mengenai STOVIA, dan beberapa diorama patung.
  Di antara ruang pergerakan nasional dan ruang pendidikan STOVIA ada beberapa ruangan lain. Ada satu ruangan dengan tulisan ‘Ruang Audio Visual’ yang terletak di sebelah kiri kanopi. Ketika saya coba untuk membuka pintunya, ternyata ruang tersebut dikunci *penonton kecewa*. Selain itu, ada juga ruangan yang terkunci tapi di pintunya bertuliskan Ruang Asrama STOVIA. Saya coba mengintip ke dalam ruangan tersebut, hanya ada beberapa lemari dan rak kaca yang tidak ada isinya.

3.    Museum Joang 45
   Museum Joang 45 berlokasi di Jl. Menteng Raya No. 31, Jakarta Pusat. Bangunannya cukup kecil jika dibandingkan dengan dua museum sebelumnya, tapi menurut saya ini adalah museum yang paling bagus.
  Jika dua museum sebelumnya hanya dibiarkan beralaskan lantai dengan pencahayaan seadanya dan sirkulasi udara dari ventilasi, di Museum Joang 45 ini lantainya sudah beralaskan karpet tebal, pencahayaan terang, dan memiliki pendingin ruangan yang berfungsi dengan baik. Selain menyediakan beberapa komputer layar sentuh, ada juga ruangan audio visual yang memutar film dokumenter koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia.
 Beberapa koleksi museum ini adalah maket, pakaian, dan tandu yang dipakai untuk menandu Jenderal Soedirman saat beliau memimpin perang dalam kondisi sakit. Selain itu, dalam brosur juga disebutkan ada koleksi mobil REP-2 yang pernah digunakan Bung Hatta sebagai Wakil Presiden RI. Namun saya tidak tahu di mana koleksi tersebut diletakkan, karena saya tidak melihatnya :|.


Jadi,
dari tiga museum yang saya kunjungi, Museum Kebangkitan Nasional adalah museum yang paling ‘memprihatinkan’—karena gelap dan pengap—dan membosankan. Sedangkan Museum Joang 45 adalah museum yang paling bagus dan menarik.

Yang saya herankan adalah, bagaimana pembagian dana operasional perawatan dari dinas terkait ke tiap museum? Sampai-sampai museum yang sini bagus banget, yang sana menyedihkan banget. Yang sana sepi banget, yang sini lumayan rame.

Padahal kalau museum ditata dengan apik, pengunjung juga jadi tertarik untuk berkunjung. Lebih dari itu, mereka jadi betah berlama-lama di museum karena nyaman. Dan menurut saya, lebih asyik belajar sejarah di museum daripada dari buku.



040213
Photos are mine

0 comments:

Post a Comment