Friday, April 20, 2012

Selamat Ulang Tahun :)

Tahukah kau apa makna ulang tahun?

Aku tak tahu. Karena menurutku, kata ‘ulang tahun’ sendiri itu aneh. Kenapa harus kata ‘ulang’ yang disandingkan dengan kata ‘tahun’? Seakan-akan kita mengulang tahun yang sama. Bukankah mengulang tahun berarti mengulang pengalaman, mengulang segala peristiwa selama setahun itu? Bukankah mengulang tahun berarti tetap di situ, di tempat yang sama, tidak beranjak maju barang sedikit pun? Bukankah mengulang tahun berarti tidak ada perubahan?

Ah. Mungkin juga itulah mengapa awalan untuk kata ‘ulang tahun’ adalah ber-, bukan me-. Karena jika ditambah ber- menjadi berulang tahun.

Sebenarnya menurutku arti dari berulang tahun tidak berbeda dengan mengulang tahun. Toh berulang tahun bukannya bermakna tahun yang berulang?

Atau sampai disini kau melihat kebodohanku karena menganggap aneh kata ulang tahun?

Apapun itu, aku selalu berharap orang yang berulang tahun—aku tak tahu kata apa yang paling tepat untuk menggantikan kata ulang tahun, jadi aku tetap menggunakan kata itu—akan menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam hal apapun. Kuliah, pekerjaan, agama, asmara—ah, aku tak selayaknya mencantumkan kata terakhir. Haha—. Juga semoga selalu bahagia, karena aku sangat bahagia jika melihat orang lain bahagia.

Terutama jika itu kamu :)

Untukmu, selamat ulang tahun. Semoga kau selalu sehat dan bahagia di sana :)

Tuesday, April 17, 2012

Aku Tahu Apa yang Kau Rindukan


Aku tahu apa yang kau rindukan. Memang kau tak pernah mengungkapkannya langsung kepadaku, tetapi aku tahu. Bukan karena aku memiliki indera kesekian atau intuisi yang tajam dan akurat sehingga bisa tahu yang kau rindukan. Bukan juga karena aku pernah bertanya pada semacam orang pintar yang, ah, bahkan aku pun tak percaya bahwa mereka se’pintar’ itu sehingga disebut orang pintar.

Kau merindukan apa yang kau sebut hidup. Bukan nyawa, tapi hidup. Lama kau tak melakukan apa yang menjadi hidupmu, makanya kau menjadi tak hidup. Seakan mati. Tak pernah bergairah dan bersemangat. Kau benar-benar kehilangan hidupmu. Semangatmu. Cahayamu.


Kau tahu kau merindukan hidup itu. Dan aku juga tahu itu. Kau rindu terburu-buru mencari kertas dan alat tulis atau ponsel pintar atau komputer jinjingmu ketika selintas ide tiba-tiba menghampirimu dan singgah di kepalamu. Aku ingat, sekali waktu kau bahkan pernah menulis di atas tisu karena tak menemukan kertas dan kau lupa dimana ponsel pintar dan komputer jinjingmu berada.


Kau rindu menyalakan komputer jinjing kesayanganmu untuk mengetik, aku tak yakin apakah kau menulis cerita atau puisi atau keduanya atau yang lain, dan mengedit tulisanmu. Sambil biasanya kau memutar lagu-lagu kesayanganmu, yang jumlahnya ada 99 itu. Seingatku kau tak pernah mengganti lagu-lagu di playlist itu. Kau hanya mengatur ulang susunannya dan memainkannya dengan mode acak. 


Aku tahu kau rindu semua itu. Dan aku juga tahu bahwa kau ingin mendapatkan hidupmu kembali. Hanya saja, katamu, kau tak tahu bagaimana caranya. 


Bahkan setelah kau berdiskusi ringan dengan seorang kawanmu yang lebih banyak menulis dan lebih beruntung karena banyak tulisannya yang terbit di media massa, kau tak juga tahu bagaimana caranya untuk meraih hidupmu kembali. Mungkin ada sekat tipis antara kau dan hidupmu tadi. Atau sekat itu tak lagi tipis, tapi sudah sangat tebal sehingga kau kesulitan melihat hidupmu dan kesulitan menembus sekat tebal tersebut.


Aku tahu apa yang kau rindukan, dan aku tahu apa yang kurindukan.


Aku merindukanmu. Merindukan dirimu yang dulu. Yang bersemangat, bercahaya, dengan mata yang berkilat-kilat cerdas ketika berdiskusi.
Yang sehat. Tak memerlukan selang-selang aneh yang tumpang tindih di tubuhmu saat ini. Tak memerlukan tempat aneh dengan bau obat macam ini.
Yang juga merindukanku. Bukan begitu, Tom?
 

Thursday, April 12, 2012

Kisah Topi di Sore Hari


Selamat hari Kamis!

Dan selamat menghadapi SAMAPTA untuk 55 teman-teman WonderGirls di DJBC :). 5 minggu bukan waktu yang lama, kawan. Semangat!


Selamat juga untuk semua yang sudah tersesat di blog ini dan membaca postingan saya yang absurd-amburadul ini.


Yang ingin saya ceritakan kali ini adalah sebuah kejadian berminggu-minggu lalu. Sesaat setelah mengalaminya, saya sudah berniat untuk menuliskannya. Lantas kemarin saya teringat niat tersebut, jadilah saya tulis saja langsung.


Sore hari. Dalam angkot. Ada 4 orang sedang mengobrol, dan beberapa penumpang lain yang entah melakukan apa. Obrolan 4 orang tadi sungguh kemana-mana, tak ada arah. Sebentar tentang kerjaan di kantor, sebentar tentang harga BBM yang *saat itu* dikabarkan akan naik, sebentar tentang kejadian yang lalu, dan banyak penggalan kisah lainnya. Yang sebentar-sebentar tadi kadang dialihtopikkan oleh teriakan penumpang yang akan turun, lambaian tangan calon penumpang yang akan naik, pengereman mendadak oleh sang sopir angkot, dan kemacetan.


Tapi sepertinya bukan macet. Hanya padat.


Di tengah kepadatan tersebut, sesuatu terjatuh di tengah jalan. Tak lama kemudian banyak kendaraan yang hampir melindasnya.


Bukan, yang terjatuh tadi bukan benda hidup. Bukan ayam, kucing. Juga bukan bayi.


Hanya sebuah topi. Topi milik seorang anak kecil yang sedang berada di dalam angkot bersama kedua orang tuanya.


Mengetahui topi anaknya jatuh, si ibu langsung bergegas turun dari angkot dan mendekat ke lokasi terjatuhnya topi milik anaknya tadi dengan setengah berlari. Sementara si ayah, setelah turun dari angkot, terus menggendong anaknya.


Si ibu dengan agak susah payah berusaha menyetop motor-motor yang hendak melindas topi anaknya. Setelah ia mendapatkan topi anaknya, ia mengibaskan topi tersebut. Lantas ia kembali ke tempat suami dan anaknya, dan mengenakan kembali topi tersebut ke kepada anaknya.


4 orang yang tengah ngobrol amburadul ngalor-ngidul di dalam angkot tak luput memerhatikan rangkaian kejadian tersebut. 


Salah seorang kemudian berkomentar, “itulah pengorbanan seorang ibu.”


“Bukan harga yang membuat si ibu tadi turun dari angkot dan kemudian berusaha mendapatkan kembali topi itu. Tapi perjuangan memperoleh topi itu. Mungkin saja ada perjuangan luar biasa yang dilakukan sebelum topi itu sampai di tangan mereka.”


“Dan dengan kejadian ini, akan ada cerita menarik untuk anak mereka. Bahwa topi itu pernah jatuh di jalan raya, hampir terlindas kendaraan yang melintas, tapi akhirnya berhasil diperoleh kembali.”


“Si anak juga dapat menyaksikan sendiri perjuangan ibunya demi memperoleh kembali topinya yang jatuh. Ada kisah perjuangan, nilai kenangan, kasih sayang, dan entah apa lagi. Mungkin masih banyak.”


Gambar dari https://osolihin.wordpress.com/tag/kasih-sayang/
 
Perjalanan masih jauh. Obrolan beralih topik setelah si sopir tiba-tiba mengerem angkot secara mendadak. Tak ada lagi suara yang membahas seorang ibu yang mengambil topi anaknya yang terjatuh di jalan raya.


Di tengah obrolan amburadul ngalor-ngidul tersebut, saya merasa bersalah. 


Karena tepat saat saya melihat si ibu turun dari angkot dan berlari ke lokasi topi anaknya jatuh, saya berpikir, “Ngapain ibu itu? Topi gitu doang kok dibela-belain buat ambil sampai hampir tertabrak motor.”


Namun ucapan yang-saya-sebut-seseorang-di-atas lantas menyadarkan saya.


Bahwa ada alasan di balik sesuatu. Bahwa memandang sesuatu dengan positif jauh lebih menyenangkan. Bahwa melihat dengan perspektif lain itu penting. Dan bahwa pengorbanan seorang ibu itu sungguh besar. Bahwa-bahwa ini tentu masih bisa diperpanjang lagi oleh diri Anda masing-masing.


Sekali lagi, selamat hari Kamis! Nggak ada yang istimewa sih, tapi ya selamat aja :D



Ditemani secangkir kopi dan suara orang-orang di luar kamar yang sibuk nonton Full House.
Rabu, 11 April 2012


Salam,
Wahyu Widyaningrum