Thursday, January 3, 2013

Pulang

“Kemana kau akan pergi akhir pekan panjang ini?”

“Tidak ke mana-mana. Di sini saja.”

“Tidak pulang juga?”

“Tidak.”

“Tidak rindu?”

“Rindu sekali. Kau pernah mencintai teman sekelasmu ketika sekolah?”

“Pernah.”

“Setiap hari bertemu, bukan? Tapi ketika waktu-pulang tiba rasanya kau tak ingin pulang, ketika malam kau ingin pagi segera datang karena kau sangat merindukannya. Begitukah?”

“Tepat.”

“Rasa rinduku juga seperti itu. Bahkan ia sudah bertumpuk-tumpuk sekian lama, dan tumpukan itu meluap. Ia jauh lebih besar daripada rindumu pada teman sekelasmu waktu sekolah dulu.”

“Lantas?”

“Lantas? Hmm… Beberapa kali ia meluap ketika ada pesan atau telepon. Yang jelas-jelas membuat ia semakin tumpah adalah kalimat-kalimat seperti, ‘hati-hati, ya. Jangan lupa terus berdoa.’ Atau yang lebih singkat seperti, ‘sudah makan?’. Ketika rinduku tumpah, kadang air mataku tumpah juga. Kemudian doa-doaku ikut tumpah juga.”

“Apa?”

“Sederhana. Semoga ia selalu sehat dan bahagia.”

“Itu saja?”

“Itu yang utama.”

“Apa lagi?”

“Apa lagi? Terkadang aku merasa lebih dewasa darinya. Lebih mengkhawatirkannya. Kukatakan: jangan banyak-banyak minum kopi, jangan lupa makan, jangan tidur terlalu larut, jangan lupa olahraga, dan beberapa lainnya. Tapi aku tahu, ia jauh lebih mengkhawatirkanku. Ia jauh lebih banyak menumpahkan doa untukku. Dan ia jelas sangat merindukanku.”

“Begitukah?”

“Ya. Kurasa.”


Salam,
Wahyu Widyaningrum
Anata no yasashisa, aitaku naru.

Tuesday, January 1, 2013

Dua Ribu Tiga Belas

Pagi pertama di 2013.

Ah, sudah 2013 ternyata.

Sudah sekian tahun berkontribusi 'menyesaki' dunia, dan entah berapa lama lagi.

Bagaimana tahun baru semalam? Saya sih sebenarnya ingin nonton streaming Johnny's Count Down dan jejeritan liat NEWS, tapi kenyataannya saya ada di antara lautan manusia di Bundaran HI. Ada Jakarta Night Festival di sana. Tahun depan, kalau masih ada umur dan acara sejenis juga digelar, saya nggak bakal mau diajak ke sana lagi. Simply because it was too crowd
Hahaha

Oke.

Pagi ini, ketika membuka akun facebook, saya menemukan sebuah post status dari kawan saya Nur Fadiah seperti ini: "2013, saatnya membuka kotak kado masing-masing. Kalian dapat apa? Saya dapat segenggam mimpi, sekarung besar kerja keras serta semangat dan doa yang tidak terbatas untuk mengarungi 364 hari selanjutnya."

Saya suka rangkaian kalimat itu :)

Tidak ada yang lebih indah daripada mendapat sebuah suntikan semangat di pagi pertama di tahun yang baru. Apapun yang kita lakukan semalam di malam tahun baru, toh pagi ini kita sama-sama merobek kalender 2012 dan menggantinya dengan kalender 2013. Kalau punya kalender sih :p. Selain sama-sama mengganti kalender, kita juga harus sama-sama mengganti semangat.

Ah, istilah mengganti semangat sepertinya terlalu aneh. Intinya, kalau tahun lalu semangat kita terlalu rendah untuk menjalani hari, ya harus ditingkatkan. Kalau sudah semangat, ya tetap harus ditingkatkan lagi. Habis mau apa lagi? Hehe. Dan yang tak kalah penting, semangat tersebut harus dijaga. Karena, kata @AlissaWahid, "Sesuatu yang baru seringkali membuat kita bersemangat. Tapi hanya para pemenang yang akan bertahan sampai garis akhir."

Jadi, apa isi kotak kado kita masing-masing?


Salam,
Wahyu Widyaningrum
*Semoga semakin banyak #GreatMoment di 2013 ini. Ganbarou!

Thursday, December 27, 2012

Thank God

27 Desember. Besok terakhir ngantor di tahun 2012.

Dan postingan bulan Desember udah 10 baru 1.

Padahal dulu, ya kira-kira sebulan lalu lah, pernah bertekad menggalakkan aksi #onedayonepost. Ternyata belum terlaksana. Mari kita jadikan sebagai resolusi 2013! *kencangkan ikat kepala*

Enggak, kali ini saya nggak mau nyinyirin resolusi 2012 saya yang entah terlaksana berapa, juga nggak mau berkoar-koar tentang resolusi 2013 versi saya. Cukup satu poin, di paragraf atas tadi. Hehe

Beberapa waktu lalu, saya akhirnya khatam juga baca salah satu buku karangan Alwi Shihab berjudul Membedah Islam di Barat: Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman terbitan Gramedia Pustaka Utama tahun 2004.  Buku itu saya beli sekitar bulan Mei, dan butuh 6 bulan lebih untuk menghabiskannya. Emang sayanya yang males sih :D

Membedah Islam di Barat banyak berkisah tentang interaksi Alwi Shihab dengan mahasiswa yang diajarnya di beberapa universitas di Amerika Serikat. Interaksi ini terjadi di dalam kelas saat perkuliahan maupun di luar kelas, via email dan mailing list.

Banyak komentar-komentar yang membuat saya melongo waktu baca buku itu—melihat Islam dari sudut pandang lain. Dibesarkan di lingkungan pemeluk Islam membuat saya nggak begitu ngerti gimana pandangan pemeluk agama lain terhadap agama yang saya anut. Jadilah komentar-komentar dari mahasiswa Alwi, yang mayoritas Kristen, bikin saya lumayan ngerti cara pandang mereka. Salah satu komentar unik datang dari mahasiswa Alwi bernama Rich Pownal di halaman 169 tentang muslim yang membaca Al Quran dalam bahasa Arab: "I personally think it's important to understand what you are reading. What you read is supposed to clarify what you believe. Therefore, I feel it's useless for Muslims to read and say in prayers from the Quran that they don't understand. Almost every piece of literature in any religion is open for translation by those reading it. For me personally, I don't read Bible as a word for word. I read the Bible and try to understand the message."

Selain bikin melongo, ada juga komentar yang bikin saya merenung. Pas di halaman 138, topik bahasannya adalah bahwa hampir seluruh mahasiswa Alwi menganggap penting kehidupan agama dalam kehidupan manusia.

Lalu ada satu kalimat berbunyi begini:

“God should not only be called upon to help in times of need. He should be thanked when things are wonderful.”  

Itu merupakan komentar dari salah satu mahasiswi Alwi, Diana. Memang bukan kalimat yang istimewa ataupun baru pertama kali didengar. Kalimat dengan inti yang sama tentu sudah sering berseliweran di telinga kita.

Pun demikian buat saya.

Tapi waktu itu, waktu saya baca halaman 138 dan sampai pada kalimat itu, tiba-tiba saya jadi mikir. Terus bergumam, “selama ini kayaknya saya cuma ‘ngeributin’ Tuhan pas lagi butuh aja, jarang banget berterima kasihnya.” Kalo lagi butuh, 24 jam nonstop berdoa terus ke Tuhan, bahkan dengan nada dan kalimat agak maksa. Tapi begitu dapet rejeki, lebih asik sama yang di depan mata daripada yang dari dulu diributin 24 jam.

Kalau cari pengibaratan, mungkin simpelnya begini:
Saya punya tetangga. Tetangga itu sumpah-demi-apa-baik-banget ke saya. Saya nggak punya beras, ketok pintu si tetangga buat minta beras atau makan. Nggak punya duit, ketok lagi pintu si tetangga buat minta duit. Dan begitu juga kalo pas genteng lagi bocor, rumah lagi kebanjiran, tukang kredit udah ngancem berkali-kali, solusinya gampang: ketok rumah si tetangga buat minta apa yang saya butuhkan. Toh dia baik banget dan saya merasa oke-oke aja buat minta. Tapi begitu suatu hari saya dapet kabar kalo dapet hadiah undian lotre sebesar 3 milyar rupiah, uang itu saya abisin sendiri. Saya hura-hura pagi-siang-sore-malem sampe bingung gimana lagi cara menghabiskan uang itu. Tapi kesenangan itu cuma buat saya pribadi. Saya nggak tengok si tetangga saya tadi. Nggak ngasih uang, nggak nyapa, bahkan bilang terima kasih aja enggak.

Kelupaan? Atau mungkin terlalu keblinger sampe cuma inget diri sendiri dan nggak inget sama orang yang udah selalu berbuat baik?

Mungkin saja begitu.

Itu bagi saya sih.

Kalimat itu, buat saya pribadi, menohok banget. Saking menohoknya, sampai-sampai halamannya saya kasih penanda. Sampai-sampai saya merasa harus menyebarkan kalimat itu ke seluruh dunia. Haha

Ingatan manusia memang terbatas, jadi mustahil seseorang bisa mengingat dengan baik semua peristiwa yang udah berlalu. Karena keterbatasan itulah, sebuah catatan diperlukan. Kata Ali bin Abi Thalib, “ikatlah suatu ilmu dengan menuliskannya.” Jadi, saya tuliskan catatan ini khususon buat saya pribadi, yang sering lupa untuk bersyukur dan berterima kasih. Biar saya inget dan lupanya berkurang :D

Tiba-tiba inget satu twit @avinaninasia: Allah itu Maha Baik, dan Selalu Baik.


Salam,
Wahyu Widyaningrum
*edited on Friday, Dec 28th 2012*

Thursday, December 13, 2012

Begitulah Kita Mengulang Kenangan

Semua berpakaian putih-merah. Lengkap dengan dasi merah. Beberapa meletakkan topinya di atas meja. Beberapa anak lain, sejauh yang bisa kulihat, tampak komat-kamit, mungkin merapal puisi atau lirik lagu untuk tampil nanti. Di saat-saat pemilihan siswa teladan seperti itu, seluruh kemampuan memang harus dikeluarkan. Kurasa karena ada nama sekolah yang dipertaruhkan di situ. Sementara aku duduk di bangku kedua-dari-belakang menunggu giliran, kau berdiri di depan kelas, membacakan sebuah puisi yang sangat sering kudengar karena itu adalah puisi paling populer di kalangan anak sekolah dasar. Begitulah kita pertama kali bertemu.

Senior yang cukup menyebalkan, dengan gaya sok dan suara yang menggelegar hampir memecahkan kaca. Warna seragam mereka sudah putih-biru, sedangkan aku dan teman-temanku masih mengenakan putih-merah. Lengkap dengan atribut aneh—yang tak mungkin dikenakan di hari-hari biasa—seperti rambut dikuncir entah berapa banyak dan topi juga tas berbahan kantong plastik. Juga kegiatan yang menurutku menyebalkan: meminta tanda tangan seluruh teman sekelas dan beberapa senior—karena kupikir aku tidak mungkin mengingat semua nama teman sekelas dengan cepat hanya dengan meminta tanda tangannya. Dibayang-bayangi pelototan dan nyinyiran senior, kulakukan juga kegiatan itu. Atas alasan itulah aku memintamu menuliskan nama dan menorehkan tanda tangan di buku kegiatanku. Tapi kurasa kita pernah bertemu sebelumnya. Sosok anak yang sedang membacakan sebuah puisi di depan kelas dua tahun lalu itu melintas di pikiranku. Kubaca namamu dan lebih kuperhatikan wajahmu. Aku tak salah ingat. Begitulah kita pertama kali berkenalan.

Sore yang kelam. Selain aku, di rumah hanya ada orang-orang aneh yang hanya bisa kudengar suaranya dan kulihat fisiknya tapi tak bisa kusentuh karena mereka hanyalah aktor dan aktris di televisi. Dering telepon membuatku terpaksa meninggalkan orang-orang yang kuanggap aneh tapi tetap saja kutonton itu. Di ujung sana, seseorang menanyakan namaku. Kujawab bahwa akulah yang ia cari, tapi ia tak mau menjawab ketika kutanyakan siapa dirinya. Lantas dari suara dan gaya bicara, aku tahu bahwa ia adalah kau. Beberapa detik basa-basi dan beberapa menit membicarakan hal-hal yang menurutku sangat menyenangkan membuatku lupa pada kesendirianku dan orang-orang aneh tadi. Aku bersyukur kau tidak menghubungiku hanya untuk sekedar menanyakan PR dan tugas sekolah. Begitulah kita pertama kali bercakap lewat telepon.

Metode berpindah-kelas. Membutuhkan lebih banyak tenaga karena harus mengangkat tas dan semua isinya—buku-buku yang banyak dan berat—ke kelas lain setiap ganti mata pelajaran. Tak ada jaminan di mana tempat duduk yang kosong karena semua tergantung seberapa cepat seseorang mengemasi tasnya, berlari menuju kelas lain, dan memilih tempat duduk yang dianggap strategis. Saat kau masuk kelas, hanya ada empat bangku yang masih kosong. Dua bangku yang bersebelahan, satu bangku di sebelah temanku-yang-paling-pintar di baris paling depan, dan satu bangku di sebelahku di baris kedua dari belakang. Kau lantas duduk di sebelahku. Tak ada yang menarik dari penjelasan guru biologi di depan kelas karena beliau hanya menampilkan tayangan teks berbahasa Inggris sedangkan beliau sendiri tak tahu artinya sehingga lebih sering membuka kamus yang mana hal itu sangat memakan waktu. Lalu akhirnya kita mulai bercakap-cakap. Tentang jurusan apa yang ingin diambil ketika kuliah dan kenapa, universitas mana yang ingin dituju dan alasannya, juga apa yang ingin dilakukan sekian tahun lagi. Begitulah kita pertama kali membincangkan masa depan.

Gelak tawa hadir di antara makanan yang hampir tandas dan minuman yang hampir habis. Ia, gelak tawa itu, bisa saja hadir karena semua dinyatakan lulus, bisa juga hadir karena semua waktu yang dilewati sangat menyenangkan. Beberapa hari lagi, wajah-wajah yang ditemui di dalam kelas tak lagi sama, kota yang dituju tak lagi sama, tempat yang dipijak tak lagi sama. Begitupun, cita-cita yang dikejar berbeda, impian yang ingin diraih berbeda, kisah-kisah yang akan dialami juga berbeda. Hanya satu yang sama: keinginan untuk bersua kembali entah berapa tahun lagi dengan kisah masing-masing yang luar biasa. Saat kau menghampiri dan menyalamiku, kau tersenyum indah sekali. Seingatku itulah senyum terbaikmu yang pernah kulihat—sampai aku juga ikut menyuguhkan senyum terbaikku. Kurasa aku merekam senyummu itu dengan sangat baik di kepalaku. Begitulah kita pertama kali berpisah.

Tak pernah ada pertemuan lagi selepas senyum itu.

“Entahlah, kenapa saat itu, ia menganggap lucu kata-kata itu. Mungkin itulah sebabnya, sering kita kangen pada saat-saat pertemuan pertama. Kita memang ingin selalu mengulang kenangan.” – Agus Noor: Cerpen Kunang-kunang di Langit Jakarta



Salam,
Wahyu Widyaningrum

Lately I've really had those sentences stuck in my head--Agus Noor's. Felt like i have to write something with it. So, voila! Hope it would stuck on you too :)

Friday, November 30, 2012

Prangko: Macam-macam, Warna-warni, Membahagiakan

Alhamdulillah It’s Friday :)

Omong-omong, masih sering lihat prangko, nggak?

Kalau saya sih masih lumayan sering. Tiap hari kantor saya nerima banyak surat, dan beberapa di antaranya masih pakai prangko.

Beberapa bulan lalu saya tergugah *halah* pas lihat tumpukan amplop dengan prangko tertempel kok dibuang begitu saja. Akhirnya saya ambil, saya lihat prangkonya. It’s really fun to see every picture on it. Gambarnya macem-macem dan warna-warni. Karena suka, saya kumpulkan. Sekarang sudah sebanyak ini :)


Bukan, saya bukan filatelis kok. Kalau filatelis mah nggak bakal ngumpulin prangko bebas begini. Mereka hanya memburu dan mengoleksi prangko edisi khusus yang dicetak terbatas. Selain itu, nggak ada ceritanya filatelis cuma naruh koleksinya di satu plastik gitu. Yang pernah saya baca sih, prangkonya diplastikin satu-satu, baru kemudian ditata di album prangko.

Dari sekian banyak prangko, ini yang paling saya suka, bahkan sampai saya taruh di tempat tersendiri:



Ini adalah prangko edisi Joint Stamp Issue Indonesia-Japan tahun 2008. Sebenarnya total ada 10 prangko di edisi ini, tapi saya baru berhasil dapat 8. Saya belum punya yang nomor 5 dan 8. Ada yang punya dan mau ngasih ke saya nggak? Kurang 2 aja kok. Hehe.




Kelihatan nggak gambarnya apa aja? Let me tell you. Dari kanan ke kiri, atas  (Indonesia) ke bawah (Jepang):
1/10: Danau Kelimutu
3/10: Candi Borobudur
7/10: Angklung
9/10: Scleropages formosus (nama latin dari Arwana Asia)
2/10: Mt. Fuji
4/10: To-ji Temple
6/10: Cherry blossoms
10/10: Nishiki-goi

Tebakan saya sih, prangko nomor 5 bergambar bunga khas Indonesia (mungkin melati) karena nomor 6 bergambar bunga sakura *singing: Sakura no you na, kimi deshita – NEWS: Sakura Gaaru *. Sedangkan prangko nomor 8 bergambar alat musik tradisional Jepang, karena nomor 7 bergambar angklung.

Gambarnya bagus-bagus, kan? Menyenangkan sekali :)

Well, hal-hal kecil yang menyenangkan kayak gini sungguh bisa membuat bahagia.

Happy Friday!


Salam,
Wahyu Widyaningrum

Monday, November 19, 2012

Roti Maryam Bogor Rasa Gresik

Libur panjang 4 hari kemarin saya isi dengan main ke Bogor.

Sayang Sabtu pagi saya harus balik ke Jakarta karena ada acara. Saya berangkat dari daerah Dramaga, Bogor, sekitar pukul 06.50 dengan angkot. Nggak sampai 30 menit saya sudah tiba di stasiun Bogor. Kereta berangkat seingat saya pukul 08.00. Masih ada waktu lebih dari setengah jam. Bingung mau ngapain, saya akhirnya ke dekat pintu keluar stasiun. Seingat saya ada penjual roti Maryam di situ.

Beberapa minggu lalu waktu ke Kebun Raya Bogor, saya baru tau ada penjual roti Maryam di stasiun dan langsung pengen beli. Tapi karena terburu-buru, nggak jadi beli. Jadilah dia cuma terngiang-ngiang dengan manis di kepala saya.

Dan akhirnya kemarin saya beli roti Maryam itu, harganya Rp 3.000.

Tentang roti ini, ada cerita tersendiri. Dulu waktu SMA, roti ini lumayan beken. Kalo nggak salah harganya masih Rp 2.000. Dijual di salah satu kedai di kantin sekolah. Teman-teman kelas sering beli buat dimakan rame-rame. Makin asyik kalau rotinya masih hangat, gula halusnya banyak, dan orang yang makan juga banyak :). Yang bikin roti ini nancep terus di ingatan, selain karena namanya yang unik, rasanya yang lumayan, juga karena tulisan di kertas promosinya: “Roti Maryam. Bergizi Kesehatan. Rp 2.000”. Well, dari sudut manapun, frase ‘bergizi kesehatan’ sungguh luar biasa unik. Hehe

Oiya. Buat yang belum tau bentuknya roti Maryam, here it is.


Katanya sih mirip roti canai yang dari India itu. Entahlah, saya sendiri belum pernah makan roti canai.

Nah. Roti Maryam yang saya beli di stasiun Bogor ini rupanya sudah agak modern. Kalau dulu waktu SMA pembungkusnya cuma kantong plastik bening, kali ini dibungkus kertas dengan label merk.

Roti sudah saya makan setengah. Iseng saya lihat kertas pembungkusnya:



Mata saya langsung menangkap kata ‘Gresik’. Yeah, sebagai orang yang lahir dan besar di Gresik, saya masih amazed kalau lihat apapun bertuliskan Gresik. Pun Semen Gresik, yang lumayan mudah ditemui di banyak tempat. Haha.

Jadi saat itu saya sedang makan produk Gresik. Meskipun saya nggak tau apanya yang dari Gresik: kertas pembungkusnya saja atau franchisenya atau apanya.

Yang jelas saat itu saya jadi senang sekali. Bahagia gitu. Berasa lagi di Gresik, bukan di Bogor. Haha. Mungkin perasaan saya mirip dengan orang Indonesia di luar negeri yang nemu rumah makan Indonesia di sana :)



Salam,
Wahyu Widyaningrum

Monday, November 12, 2012

Selamat Penempatan, Teman

Beberapa jam lalu saya baru dapat kabar kalo teman2 BPK dan BPKP udah dapat pengumuman soal penempatan dinas. Dan kayaknya saya yang emang nggak gahol, soalnya ternyata BPK pengumumannya sudah sejak kemarin (edit: ternyata pengumumannya Jumat, 9 November lalu. Bukan via internet, tapi langsung dipanggil satu per satu di aula :)) . Haha. Kalo BPKP emang baru malam ini (atau sore?).

Dan benar-benar ke hampir seluruh Indonesia. Apalagi BPKP, katanya yang di Jakarta cuma 3 orang, itupun karena ajudan kepala BPKP. Selain itu semuanya di luar Jawa.

Jadi teman-teman saya dua bulan lagi mungkin sudah berpencar kemana-mana.

Teman kos saya dulu waktu kuliah, Peni, dapat Sumatera Utara. Teman yang saya kenal baru pas ikut kepanitiaan penerimaan mahasiswa baru tapi langsung lengket, Ari, dapat Kalimantan Timur. Teman sekelas waktu tingkat 1 yang galaunya minta ampun, Juni, dapat Jambi *elu mah pulang kampung, Jun :p*. Teman dari satu kabupaten dan satu SMA, Amek, dapat Kalimantan Barat. Teman satu SMA yang sempat sekelas waktu MOS doang, Prizar, dapat Maluku.

Waktu saya tanya via sms mereka dapat penempatan di mana, mereka jawabnya sambil kasih emoticon senyum dan tertawa.

Tapi saya nggak tau gimana perasaan mereka sebenernya. Seneng karena sesuai pilihan polling atau sedih karena nggak sesuai pilihan. Gembira karena kembali ke rumah atau kecewa karena jadi jauh banget dari rumah. Atau juga biasa saja, soalnya udah siap ditempatkan di manapun sejak daftar ulang kuliah dulu. Atau mungkin ada juga perasaan lain yang campur aduk jadi satu, saya nggak tau sama sekali. Cuma satu yang saya tau bagaimana perasaannya: Juni. Jelas dia bahagia tiada tara, tak lain karena memang rumahnya di Jambi.        

Emmm….

Selamat deh buat teman-teman BPK dan BPKP. Semoga nggak ada yang kecewa dengan hasil penempatannya. Kalaupun ada semoga nggak banyak dan semoga nggak lama-lama.

Sekali lagi selamat. Life is an adventure, guys :)



http://indonesia-peta.blogspot.com/



Lagu latar: NEWS – Weeeek (liriknya pas nih. Ashita kara mata nichi getsu ka, hora sui moku mawatte kin do nichiyou, yume no hibi wo daiji ni ikimasho! : From tomorrow it’s Sunday Monday Tuesday again, see! Wednesday Thursday will turn to  Friday Saturday Sunday, let’s treasure the days of our dreams!)

11 November 2012 – Otanjoubi omedetou, Tegoshi Yuuya :)
Salam,
Wahyu Widyaningrum