Masjid sepi, jamaah terakhir salat isya sudah meninggalkan masjid lima belas menit lalu. Merbot mematikan semua lampu di bagian dalam masjid, hanya lampu teras yang ditinggalkan menyala. Ia juga mengunci semua pintu dan jendela, mungkin supaya mimbar di tempat imam tak dicuri maling.
Tertatih-tatih, merbot masjid akhirnya meninggalkan masjid juga.
Setelah merbot pergi dan tak ada seorang pun di masjid, seseorang menyelinap masuk lewat jendela masjid—seperti hari kemarin dan kemarin-kemarin, selama puluhan hari. Sepertinya merbot yang sudah berusia 60an tahun alpa mengunci jendela itu, selama puluhan hari juga. Seseorang itu hanya sebentar saja di dalam masjid. Tak sampai lima menit. Lantas keluar lagi lewat jendela yang sama, sambil menenteng sesuatu.
Seseorang yang lain, warga yang rumahnya berada di sebelah masjid, melihat kejadian itu. Selama puluhan hari juga. Tapi toh tiap pagi ketika ia memeriksa masjid, tak ada yang janggal. Semuanya ada di tempatnya. Ia bertanya pada merbot, barangkali merbot lebih paham inventaris masjid. Puluhan hari juga, si merbot mengatakan bahwa barang di masjid tak ada yang hilang.
*****
Malam itu, si warga melihatnya lagi, seperti puluhan hari yang lalu: seseorang masuk lewat jendela-masjid yang sama, berada di dalam masjid tak sampai lima menit, dan keluar dengan membawa sesuatu.
Si warga penasaran. Ia akhirnya mengikuti seseorang itu.
Di emperan sebuah toko, si warga melihat seseorang itu: seorang bocah laki-laki berusia sekitar 8 tahun, menggelar selembar sajadah yang lantas dijadikan alas tidur oleh adiknya: seorang bocah perempuan berusia kira-kira 6 tahun dengan rambut kemerahan dan hidung yang selalu mengeluarkan ingus.
Setiap hari, selama puluhan hari, si bocah laki-laki menyelinap ke dalam masjid, meminjam selembar sajadah untuk alas tidur adiknya, dan sebelum subuh ia mengembalikan sajadah itu lagi ke masjid.
Ruang Hidup, 20 Feb 2011
Salam,
Wahyu Widyaningrum
Wednesday, February 23, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment