Kisah Topi di Sore Hari
Selamat hari Kamis!
Dan selamat menghadapi SAMAPTA untuk 55 teman-teman WonderGirls di DJBC :). 5 minggu bukan waktu yang lama, kawan. Semangat!
Selamat juga untuk semua yang sudah tersesat di blog ini dan membaca postingan saya yang absurd-amburadul ini.
Yang ingin saya ceritakan kali ini adalah sebuah kejadian berminggu-minggu lalu. Sesaat setelah mengalaminya, saya sudah berniat untuk menuliskannya. Lantas kemarin saya teringat niat tersebut, jadilah saya tulis saja langsung.
Sore hari. Dalam angkot. Ada 4 orang sedang mengobrol, dan beberapa penumpang lain yang entah melakukan apa. Obrolan 4 orang tadi sungguh kemana-mana, tak ada arah. Sebentar tentang kerjaan di kantor, sebentar tentang harga BBM yang *saat itu* dikabarkan akan naik, sebentar tentang kejadian yang lalu, dan banyak penggalan kisah lainnya. Yang sebentar-sebentar tadi kadang dialihtopikkan oleh teriakan penumpang yang akan turun, lambaian tangan calon penumpang yang akan naik, pengereman mendadak oleh sang sopir angkot, dan kemacetan.
Tapi sepertinya bukan macet. Hanya padat.
Di tengah kepadatan tersebut, sesuatu terjatuh di tengah jalan. Tak lama kemudian banyak kendaraan yang hampir melindasnya.
Bukan, yang terjatuh tadi bukan benda hidup. Bukan ayam, kucing. Juga bukan bayi.
Hanya sebuah topi. Topi milik seorang anak kecil yang sedang berada di dalam angkot bersama kedua orang tuanya.
Mengetahui topi anaknya jatuh, si ibu langsung bergegas turun dari angkot dan mendekat ke lokasi terjatuhnya topi milik anaknya tadi dengan setengah berlari. Sementara si ayah, setelah turun dari angkot, terus menggendong anaknya.
Si ibu dengan agak susah payah berusaha menyetop motor-motor yang hendak melindas topi anaknya. Setelah ia mendapatkan topi anaknya, ia mengibaskan topi tersebut. Lantas ia kembali ke tempat suami dan anaknya, dan mengenakan kembali topi tersebut ke kepada anaknya.
4 orang yang tengah ngobrol amburadul ngalor-ngidul di dalam angkot tak luput memerhatikan rangkaian kejadian tersebut.
Salah seorang kemudian berkomentar, “itulah pengorbanan seorang ibu.”
“Bukan harga yang membuat si ibu tadi turun dari angkot dan kemudian berusaha mendapatkan kembali topi itu. Tapi perjuangan memperoleh topi itu. Mungkin saja ada perjuangan luar biasa yang dilakukan sebelum topi itu sampai di tangan mereka.”
“Dan dengan kejadian ini, akan ada cerita menarik untuk anak mereka. Bahwa topi itu pernah jatuh di jalan raya, hampir terlindas kendaraan yang melintas, tapi akhirnya berhasil diperoleh kembali.”
“Si anak juga dapat menyaksikan sendiri perjuangan ibunya demi memperoleh kembali topinya yang jatuh. Ada kisah perjuangan, nilai kenangan, kasih sayang, dan entah apa lagi. Mungkin masih banyak.”
Gambar dari https://osolihin.wordpress.com/tag/kasih-sayang/
Perjalanan masih jauh. Obrolan beralih topik setelah si sopir tiba-tiba mengerem angkot secara mendadak. Tak ada lagi suara yang membahas seorang ibu yang mengambil topi anaknya yang terjatuh di jalan raya.
Di tengah obrolan amburadul ngalor-ngidul tersebut, saya merasa bersalah.
Karena tepat saat saya melihat si ibu turun dari angkot dan berlari ke lokasi topi anaknya jatuh, saya berpikir, “Ngapain ibu itu? Topi gitu doang kok dibela-belain buat ambil sampai hampir tertabrak motor.”
Namun ucapan yang-saya-sebut-seseorang-di-atas lantas menyadarkan saya.
Bahwa ada alasan di balik sesuatu. Bahwa memandang sesuatu dengan positif jauh lebih menyenangkan. Bahwa melihat dengan perspektif lain itu penting. Dan bahwa pengorbanan seorang ibu itu sungguh besar. Bahwa-bahwa ini tentu masih bisa diperpanjang lagi oleh diri Anda masing-masing.
Sekali lagi, selamat hari Kamis! Nggak ada yang istimewa sih, tapi ya selamat aja :D
Ditemani secangkir kopi dan suara orang-orang di luar kamar yang sibuk nonton Full House.
Rabu, 11 April 2012
Salam,
Wahyu Widyaningrum
0 comments:
Post a Comment