Lema n 1 kata atau frasa masukan dalam kamus di luar definisi atau penjelasan lain yang diberikan dalam entri; 2 butir masukan; entri.
Bagi saya, ada beberapa buah lema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memiliki semacam kekuatan ajaib dan magis buat saya. Kekuatan itu dapat berupa sebuah mimpi, sebuah cita-cita, sebuah fanatisme, atau sebuah harapan.
Mereka adalah penulis, wartawan, sukarelawan, penyiar, dan pencinta alam.
Semuanya tak ada yang berhubungan dengan bidang kuliah saya. Haha….
Penulis
Pe-nu-lis n 1 orang yang menulis; 2 pengarang: ~ naskah; 3 panitera; sekretaris; setia usaha; 4 pelukis; penggambar.
Kenapa penulis?
Karena bagi saya, penulis itu hebat. Otaknya, menurut saya, penuh dengan pemikiran mendalam dan rumit, yang kemudian diungkapkan secara lugas dan sederhana melalui tulisan sehingga orang lain tak perlu jungkir balik memahami apa yang ingin ia sampaikan.
Karena bagi saya, penulis adalah pemotret yang handal. Ia bisa memotret sekecil apapun peristiwa dan membuat orang yang ‘melihat’ hasil potretannya merasa ikut melihat peristiwa tersebut secara langsung. Hasil potretan tersebut ia ungkapkan dalam tulisan. Kadang ia dan pembaca melihat hasil potret yang sama, dan kadang juga berbeda karena imajinasi pembaca tak sama dengan imajinasinya ketika menulis hasil potretnya (tapi kayaknya yang terakhir ini jarang terjadi).
Karena bagi saya, penulis itu dewa. Melalui tulisannya, ia bisa saja mengubah dunia semaunya. Tinggal tulis saja apa yang ia inginkan, menyusupkannya ke dalam pemikiran orang lain dan banyak orang-lain, dan dunia akan berubah. Kalau mau dunia ini jadi baik, ya tulis saja kata-kata motivasi, kisah-kisah para pahlawan dan orang sukses, ilmu pengetahuan, dan cerita-cerita yang sarat nilai dan makna. Kalau mau dunia jadi bejat, tambah mudah. Tulis saja yang porno-porno, sejarah palsu, dan cerita-cerita stensilan.
Ini dia Linda Christanty, penulis favorit saya :*
Wartawan
War-ta-wan n orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di surat kabar, majalah, radio, dan televisi; juru warta; jurnalis.
Kenapa wartawan?
Karena wartawan itu keren. Lihat saja luarnya. Seragamnya keren, bawa kamera mahal, mikrofon, dan buku kecil (kalau sekarang sudah banyak yang tidak pakai buku, ya. Kebanyakan sudah pakai Blackberry dan semacamnya). Dan yang paling keren di antara semuanya: kartu identitas pers.
Karena wartawan itu enak. Saya gandrung bulutangkis. Jadi saya ingin jadi wartawan olahraga, khususnya bulutangkis. Kalau jadi wartawan bulutangkis, ini enaknya: bisa ketemu atlet, wawancara langsung sama atlet, foto bareng, minta tanda tangan (semua dilakukan tanpa perlu berebutan layaknya fans yang harus berjuang setengah mati di tengah ratusan bahkan ribuan fans lain), jalan-jalan ke tempat turnamen diselenggarakan tanpa keluar uang pribadi (malah dibayari kantor), dan tetap dapat gaji! What a life! Jadi, dengan menyandang status wartawan bulutangkis, saya ‘kan bisa bertemu LANGSUNG dengan Lee Yong Dae, Fu Hai Feng, Hendra Setiawan, Lilyana Natsir, Sony Dwi Kuncoro, Vita Marissa, Dionysius Hayom Rumbaka, dan Boonsak Ponsana.
Sukarelawan
Su-ka-re-la-wan n orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela (tidak karena diwajibkan atau dipaksakan).
Kenapa sukarelawan?
Untuk kata yang satu ini, saya juga nggak tahu kenapa saya jadi terbius. Tapi saya rasa, karena keikutsertaan saya dalam Pramuka semasa SD sampai SMA. Di benak saya, Pramuka seharusnya mengabdi langsung pada masyarakat (cermati saja tiap butir isi Dasa Dharma Pramuka). Faktanya, saya cuma belajar baris berbaris, sandi-sandi, tali temali, dan membuat rujak (untuk yang terakhir, saya mempelajarinya ketika SMA karena hampir tiap pekan kami makan rujak bareng).
Lantaran adanya jarak antara ‘seharusnya’ dan ‘fakta’ itulah, saya jadi merasa kurang berguna. Saya salut pada orang-orang yang dengan sukarela mengabdi dengan mengajar; memberi penyuluhan; berbagi ilmu, keterampilan, dan keahlian; mengasihi alam; dan apapun. Saya salut dengan mereka yang sudah membiarkan dirinya tenggelam dan kemudian larut dalam sebuah dunia bernama ‘berbagi’. Mungkin hanya sedikit atau bahkan tak ada keuntungan finansial yang didapat, tapi kepuasan batin yang diperoleh dan dirasakan ketika berbagi dan menjadi bermanfaat tentu lebih luar biasa.
Penyiar
Pe-nyi-ar n 1 orang yang menyiarkan; 2 penyeru pada radio; 3 pemancar (radio); 4 penerbit dan penjual (buku dsb).
Kenapa penyiar?
Karena saya suka mendengarkan radio. Kesukaan saya memuncak ketika SMA. Waktu itu, pola belajar saya yang sekitar pukul 23.00 sampai pukul 03.00 membuat saya ‘terpaksa’ mendengarkan radio sebagai hiburan. Selain agar tidak mengantuk, saya kurang suka dengan suara jangkrik, kucing, burung, atau angin yang ‘hawa’nya agak gimana gitu. Radio, adalah teman yang sangat berjasa bagi saya karena mampu membuat saya tampak seperti orang gila yang tertawa sendiri ketika penyiarnya kocak, atau mampu membuat saya mewek tak karuan ketika penyiarnya ‘sok bijak’.
(selingan: penyiar radio favorit saya sampai sekarang adalah Yohanes Albertus, apalagi pas Koko Yo—panggilan akrabnya—masih siaran di 94,8 DJ FM Surabaya).
Karena penyiar itu asik. Tak perlu modal tampang, hanya perlu modal suara(menurut saya loh ini). Saya sering penasaran dengan wajah-wajah penyiar kesukaan saya yang suaranya keren. Begitu melihat gambarnya di internet, atau melihat mereka di televisi—karena banyak juga penyiar yang kemudian sering jadi pembawa acara di televisi—, saya sering kecewa: wajah mereka tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Hahaha
Karena penyiar itu enak. Bisa mendengarkan lagu-lagu terbaru dengan cepat, sebelum orang lain mendengarnya. Bisa mendapat album-album terbaru dari label (kalau yang ini hanya khayalan saya, saya kurang tahu bagaimana sesungguhnya) dan sekalian tanda tangan artisnya kalau sang artis sedang promo ke stasiun radio tersebut.
Karena penyiar itu keren. Saya juga nggak tahu dimana kerennya, tapi yang jelas buat saya, profesi ini adalah sesuatu yang sangat keren! Berbanggalah Anda yang seorang penyiar, karena saya setengah-mati ingin sekali menjadi penyiar.
Pencinta alam
Pen-cin-ta n orang yang sangat suka akan –alam
Kenapa pencinta alam?
Karena dari kata-katanya saja keren. Pencinta alam. Yang mencintai alam. Lebih keren lagi adalah aktivitasnya: naik gunung, masuk gua, turun sungai, dan masuk hutan. Apa yang lebih keren dari alam? Lihat sawah saja saya sudah senang (nasib orang (mengaku) kota yang jarang lihat sawah).
Karena pencinta alam itu keren. Saya tak tahu kata apa yang lebih ‘keren’ dari keren. Bisa sampai di puncak gunung, masuk ke lembah terdalam, hutan terlebat, dan sungai terderas.
Karena saya cinta alam! Ketika di Pramuka dulu, saya ingin masuk saka Wana Bhakti. Sayang, di kota saya saka ini mati suri. Saya jadi tak bisa ikut reboisasi dan masuk hutan seperti yang diceritakan kakak-kakak, dan hal ini sungguh menyedihkan.
Kesemua kata tersebut, bagi saya, merupakan kata-kata yang ajaib. Seketika, saya salut setengah-mati pada setiap orang yang berstatus penulis, wartawan, sukarelawan, penyiar, dan pencinta alam. Kalau saya bertemu mereka, senyum saya selalu mengembang lebih lebar dari biasanya lantaran takjub. Kalau saya bertemu mereka, saya akan memandang mereka dari atas sampai bawah lantaran kagum. Kalau saya bertemu mereka, saya akan selalu bergumam bahwa saya ingin menjadi seperti mereka.
Kalau saya bertemu mereka, saya berdoa semoga Tuhan mengabulkan doa saya sehingga saya menjadi seorang penulis, wartawan, sukarelawan, penyiar, dan pencinta alam SEKALIGUS.
Terdengar serakah, tapi tak ada salahnya, kan?
Terdengar serakah, tapi tak ada salahnya, kan?
Salam,
Wahyu Widyaningrum
0 comments:
Post a Comment