Thursday, September 3, 2020

Kisah Sederhana Tentang Kaum Paisano


 

Judul buku      : Dataran Tortilla (Judul Asli: Tortilla Flat)

Penulis             : John Steinbeck

Penerjemah      : Djokolelono

Penerbit           : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Tahun              : 2016

Tebal               : 219 halaman

 

Krisis ekonomi besar yang melanda Amerika Serikat, dan kemudian meluas ke seluruh dunia, pada rentang tahun 1929 hingga 1939 memberi pengaruh luar biasa di segala bidang. Krisis yang sering disebut dengan istilah Depresi Besar itu menyebabkan harga saham jatuh bebas, PDB turun, tingkat pengangguran meningkat, dan jumlah tunawisma membludak.


Novel Dataran Tortilla terbit pada tahun 1935, ketika Depresi Besar tengah berlangsung. John Steinbeck, yang memperoleh Hadiah Nobel Sastra pada tahun 1962 “atas karyanya yang realistis dan imajinatif, yang memadukan humor dan kritik sosial yang tajam”, tampaknya betul-betul berusaha menyajikan humor ringan sebagai oase di tengah krisis melalui karyanya ini.


Novel ini bercerita tentang Danny dan beberapa kawannya—Pilon, Pablo, Jesus Maria, Si Bajak Laut, dan Big Joe—, serta kehidupan yang melingkupi mereka di sebuah rumah di wilayah bernama Dataran Tortilla di Monterey, California. Danny dan kawan-kawannya adalah paisano: kaum dengan darah campuran Spanyol, Indian, Meksiko, dan berbagai ras kulit putih Eropa. Kehidupan mereka sungguh ringan, polos, tanpa beban, seringkali hangat, minim target, dan tidak begitu memusingkan uang. Kalaupun ada satu barang yang harus hadir dalam tiap embusan nafas mereka, itu adalah anggur. Mereka bahkan lebih memilih menghabiskan uang untuk membeli anggur daripada menggunakannya untuk membayar uang muka agar layanan perusahaan air minum bisa sampai ke tempat tinggal mereka (halaman 11). Bersama-sama mereka menghadapi masalah yang datang, saling berdiskusi, bercerita, dan bahu-membahu dengan cara masing-masing yang menimbulkan humor dan tawa—tentu kadangkala mereka sedikit saling berbohong dan berseteru satu sama lain.


Suatu ketika, terjadi perubahan drastis pada sikap Danny yang membuat hidupnya berakhir, meskipun kawan-kawannya berusaha sekuat tenaga mencegahnya. Setelah upacara penguburan Danny usai, rumah mereka—rumah milik Danny yang ditinggali bersama—, yang menjadi jimat pemersatu pertemanan dan atap pelindung tempat mereka menghabiskan hari dengan tidur dan minum anggur, pada akhirnya juga hangus; habis tak berwujud menyusul pemiliknya yang juga telah berpulang. Ketiadaan jimat pemersatu tersebut membuat kawan-kawannya berpisah, pergi berpencar dengan tujuan masing-masing.


John Steinbeck menyematkan beberapa kalimat penghibur agar pembacanya, barangkali, bisa sedikit lupa pada krisis ekonomi, misalnya “kebahagiaan lebih baik daripada kekayaan” (halaman 94) serta “ada kacang polong berarti selamat. Kacang polong merupakan atap pelindung perut, selimut hangat yang menangkis dinginnya tekanan ekonomi.” (halaman 154). Selain itu, ada juga kalimat yang diucapkan Danny, “senang sekali mempunyai banyak kawan. Dunia ini terasa sunyi, bila tak ada kawan untuk diajak berbincang-bincang atau untuk menghabiskan grappa.” (halaman 53).


Namun demikian, novel yang mengangkat nama John Steinbeck ini bukannya bebas dari kontroversi. Dataran Torilla dianggap rasis. Penggambaran kaum paisano melalui tokoh Danny dan kawan-kawannya sebagai orang-orang pemalas, gemar minum, dan enggan berpikir jangka panjang dianggap menimbulkan stereotip buruk dan melukai perasaan orang-orang Hispanik. John Steinback memang telah meminta maaf atas hal tersebut dan menyebut kebiasaan-kebiasaan tadi sebagai “suatu filosofi, dan tidak ada masalah atas hal itu”. Pernyataan maaf itu dimuat di Dataran Tortilla yang diterbitkan oleh penerbit Modern Library pada tahun 1937, tetapi tak lagi muncul pada cetakan-cetakan selanjutnya.


**


John Steinbeck lahir pada tahun 1902 di Salinas, California, tempat yang kelak akan menjadi latar bagi beberapa karyanya. Ia wafat pada tahun 1968. Sepanjang hidupnya, ia kerap bermasalah dengan kesehatannya, misalnya peradangan paru-paru pada usia 16, usus buntu pada usia 17, dan seterusnya: infeksi ginjal, operasi retina, stroke, serangan jantung, dan cedera punggung. Penyakit-penyakit yang datang silih berganti itu juga yang menjadi salah satu faktor yang meneguhkan niatnya untuk menjadi penulis.


Karier menulis John Steinbeck dimulai pada tahun 1929 melalui novel debutnya, Cup of Gold. Ia juga menulis dua novel dan dua kumpulan cerpen sebelum menerbitkan Dataran Tortilla, karya pertamanya yang mendapat sambutan hangat dan mendulang kesuksesan. Sepanjang hidupnya, ia telah menulis lebih dari 40 karya dan memenangi Hadiah Pulitzer (1940), Hadiah Nobel Sastra (1962), dan United States Medal of Freedom (1964). Karya besar yang melambungkan namanya adalah Of Mice and Men (1937), Amarah (The Grapes of Wrath, 1939), dan Sebelah Timur Eden (East of Eden, 1952)—ketiganya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 


John Steinbeck adalah seorang pengarang jenius dengan celanya sendiri. Dalam rangka memperingati 50 tahun kematiannya, surat kabar harian asal Inggris, The Independent, pernah memuat artikel panjang tentang betapa unik dan kontroversialnya penulis ini. Salah satu anekdot yang diangkat adalah ketika ia ditanyai oleh seorang kawannya dari Vietnam tentang motto hidupnya, dan ia menjawab, “jangan beralasan. Jangan biarkan orang-orang melihatmu menderita. Jangan pernah terpisah dari barang-barangmu. Selalu cari tahu pukul berapa bar mulai buka.” Keunikan pribadinya itu pula yang mungkin membuatnya mampu memotret kondisi zaman serta menyusun penokohan dan jalan cerita luar biasa atas kisah-kisah sederhana yang ia tulis. Karya-karyanya lalu diganjar berbagai penghargaan, termasuk Hadiah Nobel Sastra, dan terus diminati oleh para penikmat sastra selama hampir seabad ini.

 

 

 

 

0 comments:

Post a Comment