Thursday, September 17, 2020

Kembali Ke Malam Biru (Terjemahan Esai Yoshimoto Banana)




Kemarin, untuk pertama kalinya saya pergi ke Roma.

Tapi rasanya ini bukan yang pertama kali--entah ini pertanda baik atau buruk.

Ketika saya pergi ke luar negeri, ada tempat-tempat yang membuat saya merasa, 'rasa-rasanya saya sudah pernah ke sini'. Lupakan ide tentang kehidupan sebelumnya, jelas bukan. Perasaan bahwa itu bukan yang pertama kalinya saya menjejakkan kaki di tempat tersebut membuat saya merasa aneh dan tidak betah. Hal yang terburuk adalah rusaknya luapan kegembiraan untuk merasa, 'ini pertama kalinya saya ke sini!'

Sementara hal baiknya adalah saya merasa rindu dan bisa lebih rileks. 

Malam itu kami semua letih setelah menuntaskan diskusi yang sangat memompa adrenalin.

Namun ada keseganan untuk mengakhirinya dengan ekspresi lega serupa, 'akhirnya selesai!' yang membuat kami akhirnya tetap ogah-ogahan di bar. Setelah diserang kantuk hebat, kami akhirnya kembali ke apartemen di Roma setelah mengantarkan Amitrano-sensei sampai ke parkiran mobilnya.

Amitrano-sensei (Giorgio Amitrano) adalah penerjemah buku-buku saya ke bahasa Italia, dan kami punya ketertarikan terhadap hal yang sama. Saya mempercayainya. Barangkali ia bahkan bisa menerjemahkan aliran atmosfer yang ada di dalam buku saya.

"Kami akan berjalan-jalan ke arah sana kemudian pulang." Mendengar hal tersebut, ia langsung menyahut, "kalau begitu, ayo berkeliling kota dahulu." Saya, rekan dari agensi bernama D, dan juru bahasa Are-chan menyambut dengan gembira dan berteriak seperti bocah, "kami mencintaimu, Sensei!" Kami berempat pun berangkat.

Roma pada malam hari.

Dari jendela mobil, saya memandang Roma dengan sudut pandang yang sama seperti warga yang tinggal di sana. Roma terasa seperti sebuah kota yang ganjil.

Masa lalu seolah mengambang. Bukan seperti hantu, melainkan seperti arwah.

Reruntuhan bangunan bersejarah dan benteng di kota pada malam hari yang diterangi lampu sungguh memberi energi yang besar. Benda-benda raksasa itu seolah menyatu dengan pemandangan kota.

Di sini, saya merasa yakin cara berpikir saya sedikit berubah.

Kami bersenang-senang dan menjadi riuh.

Dua pria Italia ini menyanyikan lagu berbahasa Italia untuk kami. Suara mereka mengalun, mewarnai Roma di malam hari.

"Orang-orang yang mobilnya lewat di samping mobil kita pasti berpikir kalau kami adalah wisatawan lugu dari Jepang yang berhasil dirayu oleh orang Italia," gurau kami. Begitu memasuki Vatikan, kami segera terdiam karena tergugu-gugu oleh megahnya tempat tersebut.

Sulit dipercaya bangunan semegah itu dibangun oleh manusia.

Saya sampai berpikir ada yang tidak beres dengan mata dan badan saya.

Jalanan di tepi sungai tampak cantik seperti dalam film, orang-orang berlalu-lalang dalam diam di tengah pekatnya malam.

Benteng terlihat gelap, besar, dan menjulang tinggi; langit berwarna hitam.

Saking seringnya melihat pemandangan yang sangat indah, saya berpikir, 'sepertinya saya sudah pernah melihat malam yang seperti ini'. Seolah ada yang terngiang, entah di mana: kekosongan, kegelapan total,  dan kesendirian.

Rupanya itu tergambar dalam lagu populer karya maestro Hara Masumi, judulnya "Aoi Yoru" (Malam Biru).

Tidak pernah terlintas sedikit pun di pikiran saya pertanyaan semacam padahal ia sendiri tak pernah pergi ke Roma, bagaimana bisa?

Sebab yang digambarkan oleh para pekerja seni adalah wewangian dari seluruh malam, dari malam pada suatu waktu, dari malam-malam yang akan datang, dan dari malam yang menyelimuti negeri asing yang jauh dalam mimpi.

Saya menyukai lagu itu, sampai pernah menuliskannya dalam sebuah esai saya. Namun waktu itu saya tidak membayangkan bahwa pada suatu hari di Roma saya akan menyusuri malam pada lagu itu.

Pengalaman yang absurd.

Bagi saya pribadi, semakin bertambahnya hal-hal indah pada laci kehidupan saya akan menghubungkan keindahan yang baru saya ketahui dengan keindahan lainnya. Dan itu membuat saya menganggap bahwa suatu saat akan lahir suatu keindahan paripurna yang tiada duanya di alam raya, milik saya sendiri.

0 comments:

Post a Comment