Setiap hari, sebanyak 860.000 orang naik
dan turun kereta di Stasiun JR Osaka. Pak Toshio Arima, 66 tahun, selalu
berhenti di depan pintu Chuo-Minami, setelah berjalan tertatih-tatih dari rumahnya
di Distrik Kita, Osaka. Di sana, ia akan mengalungkan karton bertuliskan 'Bagi
Anda yang sedang dirundung masalah, mari berbincang dan lepaskan sedikit
beban.'
Orang-orang hanya melihat sekilas atau
menunjuk-nunjuk, kebanyakan malah hanya lewat begitu saja. "Saya sering
dibilang, 'kakek itu sedang apa sih?', tetapi bagi saya tidak apa-apa. Justru saya senang karena hal itu bisa membuat orang
lain tersenyum."
Berdiri dan berbincang. Ia mulai melakukan
hal itu bulan Mei tahun lalu. Sebelumnya, saat ia menjadi relawan untuk membantu
anak-anak yang kurang mampu secara
finansial, pelopor kegiatan tersebut berkata,
'Bagaimana kalau Bapak juga melakukan sesuatu yang bermanfaat?' Kalimat
tersebut tertancap di hatinya, dan itulah pemicu kegiatannya.
Setelah berpikir, yang terbersit di kepalanya
adalah 'menjadi kawan bicara'. Barangkali poin tersebut muncul karena sejak
dulu ia tertarik dengan para manula yang seakan tak lagi mendapat tempat di
masyarakat.
Bagaimana caranya?
Pak Toshio memutuskan untuk berdiri sambil
menggantungkan karton di lehernya. Di atas kartonnya, ia menulis 'Bapak-bapak, Ibu-ibu, silakan
bercerita pada saya tentang masa muda Anda.'
Dua bulan pertama, tak ada seorang pun yang
mendekatinya. Yang ada justru orang-orang yang meletakkan uang di hadapannya.
Merasa hal itu tidak sesuai dengan harapannya, ia kemudian memotong rambut dan
mengubah penampilannya. Selain itu, ia juga terpikir untuk melakukan sesuatu.
Di kartonnya, ia menambahkan tulisan 'gratis'. "Kalau saya dekil, siapa
yang mau menghampiri?"
Maka ia terkejut ketika seorang wanita
sepuh berusia 95 tahun mulai berbincang dengannya. Wanita itu bercerita tentang
serangan udara di Osaka.
"Saya mendengarkannya sambil
tersenyum, lalu ia bercerita dengan mata berbinar-binar."
Setelah ada satu orang yang berbincang
dengannya, angka itu terus bertambah. Seorang pria 81 tahun yang ingin bertemu
cucu semata wayangnya. Seorang pria 77 tahun yang merupakan maniak kereta jalur
Hanshin. Seorang bocah penggemar sepak bola. Sampai kemudian ada yang menjadi
'pengunjung tetap', yang justru membuatnya tak kuasa menghentikan aktivitasnya.
Pak Toshio tak sekalipun bertanya nama dan
alamat kawan bicaranya. Begitu perbincangan dimulai, tak jarang hal itu akan berlangsung
selama beberapa jam. Bahkan ada orang yang tak kunjung beranjak meskipun hari
telah berganti malam. Berdiri berlama-lama tak ayal membuat kakinya sakit.
Akhirnya ia memutuskan tidak melakukan kegiatannya setiap hari. "Sekarang
cuma dari hari Kamis sampai hari Minggu saja."
Musim panas tahun lalu, orang-orang berusia
muda mulai banyak yang menjadi kawan bincangnya. Topiknya menjadi sangat
beragam, misalnya tentang pekerjaan, percintaan, sampai liburan. Pak Toshio pun
mulai mempelajari topik-topik literatur, seni, dan religi; semata agar ia bisa
memberikan respons yang baik. Bahkan ia pun dengan bangga menyatakan bahwa dirinya
adalah pembelajar.
"Anak-anak muda zaman sekarang terbagi
ke dalam dua golongan, yaitu mereka yang serius dan bersungguh-sungguh, serta mereka yang sama
sekali tidak demikian," bebernya.
Tentang dirinya sendiri, "saya adalah
orang yang mampu hidup sendirian dengan mudah", ungkapnya. Pak Toshio
lahir di Perfektur Wakayama. Setelah drop
out dari perguruan tinggi, ia menjadi karyawan yang gila kerja. Suatu saat,
ia ambruk saat tengah bekerja. Tak lama, ia langsung dihadapkan pada
perceraiannya dengan istrinya. Saat itu usianya 37 tahun. Selama beberapa
bulan, ia menjadi tuna wisma di Tokyo. Setelah itu, sampai akhir tahun pada dua
tahun lalu, ia menumpang tinggal di penginapan-bergaya-Jepang tempatnya bekerja. Saat ini, ia bertahan hidup dengan uang pensiunnya.
'"Menurutmu, apa definisi hidup?"
Pak Toshio mulai berbicara. "Yang terpenting adalah kita siap memahami
lawan bicara kita. Dengan begitu, kita bisa memberikan nasehat atau masukan.
Manusia itu, dengan bercerita pada orang lain saja, maka masalahnya sudah 50%
terselesaikan. Mungkin memang tidak benar-benar selesai, tapi setidaknya beban pikiran
sudah sedikit berkurang.”
Sampai sekarang, tak
kurang dari 200 orang telah ia simak kisahnya. Saat ini, ia sangat menaruh
perhatian terhadap tingginya angka depresi pada remaja berusia belasan tahun,
dan bertanya-tanya apakah masyarakat sudah sedemikian ‘sakit’nya.
Saat anak-anak muda yang
berbincang dengannya pulang, Pak Toshio selalu berseru lantang, “Semangat ya!”
0 comments:
Post a Comment