Malam pergantian tahun kali ini berlalu dengan sangat biasa,
sangat
datar, dan ya benar-benar biasa saja, tidak ada yang istimewa—kalau tidak mau dibilang menyedihkan.
datar, dan ya benar-benar biasa saja, tidak ada yang istimewa—kalau tidak mau dibilang menyedihkan.
Saya bukan termasuk dalam jajaran kaum bermadzhab
jangan-ikutan-hura-hura-di-
Tadi sepulang kerja, saya membeli majalah Mombi edisi 24 Desember 2014 sebagai bekal di malam pergantian tahun. Sekedar informasi, majalah Mombi adalah majalah kreativitas untuk anak-anak usia 3 sampai 5 tahun. Mungkin ini terdengar sangat tidak elegan: saking kesepiannya di malam tahun baru kau sampai membeli majalah anak-anak! Tapi saya punya krayon di lemari yang jarang saya pakai, gunting yang lebih sering digunakan untuk membuka kemasan plastik makanan, dan double tip yang tak kunjung berkurang panjangnya. Biarlah saya menyapa mereka sejenak, sebelum tiba waktu mereka kembali terlupakan. Lepas maghrib saya mulai mewarnai gambar keluarga Mombi di halaman 10, namun baru mengeluarkan tiga batang krayon, saya berhenti: gambarnya besar, krayon saya bisa cepat habis.
Kemudian saya beralih ke aktivitas gunting-lipat-tempel,
yang ternyata menghabiskan waktu dua jam untuk dua karya—faktanya saya hanya
menyelesaikan dengan sempurna satu karya yaitu sebentuk buket bunga bertuliskan
‘Happy Mother’s Day’ yang saya berikan untuk teman saya Novi; karya satunya
yang berbentuk kuda-kudaan tidak berhasil saya tegakkan sehingga akhirnya saya
taruh ia begitu saja di sela-sela halaman Mombi.
Sebenarnya saya punya satu bekal lagi selain majalah Mombi.
Tadi saya ingat bahwa saya pernah membeli majalah Intisari edisi Desember 2014 yang sedianya saya habiskan di kereta dalam perjalanan pulang pekan lalu, tapi justru saya tumpuk di antara kertas-kertas tugas bahasa Jepang. Saat saya akhirnya ingat itu, sebenarnya saya berniat akan membacanya
seusai mengerjakan aktivitas di majalah Mombi. Namun toh ngobrol ngalor ngidul bersama arek kosan sanggup mengingkarkan saya dari keinginan mengkhatamkan majalah tersebut. Sambil mengunyah Cokoten--merek keripik singkong dengan rasa enak dan kerenyahan pas namun dibungkus dalam kemasan yang kurang ciamik—, kami benar-benar ngobrol ngetan ngulon.
Mulai dari tema mengapa saya membeli Mombi, pernikahan si anu, persiapan pernikahan si itu, kantor baru si ini, humor-tragis antara si situ dengan kecoa, sampai kisah si gini dengan motor bututnya yang berat di sebelah kiri lantaran sering jatuh. Obrolan yang diselingi tawa ini akhirnya hanya bertahan sampai lama-sebelum kembang api ramai dinyalakan.
Dan ketika suara kembang api mulai bersahut-sahutan, saya keluar kamar
dan berdiri di balkon: hei, kembang api itu sesuatu yang cantik. Meskipun bentuknya ya begitu-begitu saja dan tak ada yang meledakkan tulisan 'Happy New Year' atau bentuk hati dan yang lainnya seperti yang sering kita saksikan pada tayangan berita di televisi tentang perayaan tahun baru di berbagai negara keesokan paginya, mereka tetap cantik.
Secantik poster dan MyOneWord yang saya dapat dari getoneword.com ini.
Kata UP tersebut, buat saya, banyak artinya. Tapi sederhananya, karena saya
suka film Up, film animasi produksi Pixar Animation Studio, dengan tokoh
kesayangan tokoh Russel, anak kecil gembul imut ngegemesin berseragam Pramuka dengan selempang penuh badge(saya sampai bingung antara dua
pernyataan ini: saya suka Up karena suka Russel, atau saya suka Russel karena
suka Up). Yang lebih sederhana lagi, itu sama saja dengan yang sering ditulis
di tujuan surat: u.p.. Untuk Perhatian.
Selamat menjalani tahun 2015 dengan sukacita!
0 comments:
Post a Comment