Saturday, September 20, 2014

Haruka: Orang Jahat Lebih Baik Mati


Teater, di benak saya, adalah suatu hal yang tidak akan jauh berbeda dari apa yang saya saksikan saat MOS SMA. Saat itu, di tengah lapangan ada beberapa orang yang sebagian berpakaian putih-dari atas sampai bawah- dan sebagian lagi berpakaian hitam. Mereka meliuk-liuk, terkadang berguling, berlari, melompat, sambil membawa kain panjang. Tidak ada percakapan. Hanya teriakan, lolongan, diselingi rapal yang keras. Sampai pertunjukan selesai, saya tak paham apapun. Sejak saat itu, teater di kepala saya adalah sebuah pertunjukan tanpa dialog yang membosankan dan tak akan pernah saya pahami maksudnya.

Namun sekarang saya hampir yakin bahwa definisi teater di kepala saya salah.

Beberapa jam lalu saya menonton pementasan teater berjudul Haruka yang ditampilkan oleh Teater Niyaniya di Hall The Japan Foundation Jakarta.
Sekitar 100 penonton hadir dalam pertunjukan berdurasi sekitar 50 menit yang menjadi bagian dari rangkaian Jak-Japan Matsuri 2014 ini. Sebagian besar penonton bahkan sudah datang sebelum pukul 19.00, padahal pintu masuk baru dibuka pukul 19.30 dan pertunjukan dimulai pukul 20.00. Dengan bantal duduk yang sudah tertata rapi sebelum pertunjukan, penonton dapat duduk berbaris dengan tidak berdempetan dan lebih nyaman. Dan yang paling saya sukai, penonton wajib melepas alas kaki di luar ruangan hall—ini sangat mendukung untuk dapat duduk bersila dengan nyaman.  

Dengan subjudul Orang Jahat Lebih Baik Mati, pertunjukan ini—menurut hitungan saya, terdiri dari lima babak. Kisah dibuka dengan pertarungan dua kelompok laki-laki dengan membawa katana. Kemudian tokoh utama, Haruka, muncul dengan melakukan sebuah kesalahan yang membuat ayahnya marah dan memukuli ia serta ibunya. Tidak tahan dengan perlakuan kasar ayahnya, Haruka meninggalkan rumah. Di suatu tempat, ia bertemu dengan Kamiko, yang setelah mendapat cerita lengkap, berkata bahwa orang jahat lebih baik mati.
Ketika pulang ke rumah, ibu Haruka memberinya sebuah pisau, yang diharapkan dapat berguna untuk menjaga diri. Saat kemudian ayahnya datang untuk kembali marah dan mengatai Haruka sebagai anak tak berguna, Haruka yang masih mengingat perkataan Kamiko dan mendapatkan pisau dari ibunya, akhirnya melakukan sesuatu. Sesuatu yang ia anggap benar.


 Haruka dan Kamiko

Dengan kisah serta konflik yang apik, kemampuan akting yang baik dari para artis, latar musik yang dimainkan secara langsung, pencahayaan yang mendukung, serta ruangan yang tidak terlalu besar sehingga efek audio terdengar baik, saya merasa pertunjukan teater ini menyenangkan dan tidak mengecewakan. Di akhir pertunjukan, tepuk tangan penonton terdengar berkali-kali lipat lebih meriah daripada di awal pertunjukan.

Sekarang, bagi saya, teater ada bukan untuk tidak dipahami.





 

Kamar kos 00.04, 20 September 2014
I do love Yukidaruma by Tegomass!!


0 comments:

Post a Comment