Judul buku:
Love In The Time Of Cholera (Cinta di Tengah Wabah Kolera)
Penulis:
Gabriel Garcia Marquez
Penerjemah: Rosemary Kesauli
Penerbit:
GPU, 2018
Tebal:
635 halaman
Gabriel Garcia Marquez memungut inspirasi untuk bahan bakar karyanya dari mana saja. Ia pernah berbincang sejak pukul 9 pagi hingga 4 sore dengan seorang perempuan yang kebetulan duduk di sebelahnya di ruang tunggu bandar Charles de Gaulle, Paris, dan dari situlah cerita “Putri Tidur dan Pesawat Terbang” lahir. Ketika menulis “Tales of Shipwreck”, ia juga memperoleh ide untuk mengangkat kisah petualangan seorang pelaut yang hilang di samudera dari sebuah detail pendek: pelaut itu hilang selama 40 hari. Dari sana, ia akhirnya menuliskan kisah itu dalam 40 bab: satu bab untuk kisah satu hari.
Gabriel
Garcia Marquez—jamak dipanggil Gabo—lahir pada 1927 di Aracataca, Kolombia, dan
meninggal pada 2014. Nicholas Shakespeare, novelis Inggris, pernah menulis begini
dalam artikelnya: Gabo meyakini bahwa suatu pertemuan, sesingkat apa pun,
memiliki kekuatan untuk mengubah kita—itulah sebab ia percaya seruannya pada
Ernest Hemingway pada suatu hari yang dibalas dengan lambaian tangan
berpengaruh besar terhadap hidupnya. Pertemuan singkat pula yang mengawali
kisah cinta dalam bentang waktu setengah abad lebih yang diceritakan dalam
novel ini.
Florentino
Ariza remaja melihat Fermina Daza gadis dari balik jendela ruang jahit, gadis
itu melihatnya balik dengan singkat, dan itulah awal dari rasa cinta abadi yang
terus bertahan dalam hati Florentino. Ia mengirimkan surat-surat puitis
buatannya setiap hari, yang pada akhirnya hanya bertepuk sebelah tangan karena
Fermina justru dinikahkan ayahnya dengan dr. Juvenal Urbino, seorang dokter
muda dari keluarga terpandang dan bereputasi baik yang besar jasanya bagi
lingkungannya. Namun toh hal itu tidak membuat cinta abadi Florentino luntur,
bahkan sampai ia mampu mencapai puncak karier sebagai direktur umum suatu
perusahaan pelayaran sungai. Perasaan itu tetap ia simpan utuh di sana,
walaupun dalam jangka waktu itu ia telah tidur dengan lebih dari 622 perempuan
dan jatuh cinta pada beberapa di antaranya. Florentino mencatat rapi seluruh
petualangannya dalam 25 buku catatan.
Lantas
pada suatu hari, dr. Juvenal Urbino meninggal di usianya yang ke-81 tahun
karena patah tulang akibat jatuh setelah memanjat dahan mangga untuk menangkap
burung nuri. Florentino datang ke upacara pemakamannya, juga pada hari-hari
berikutnya, untuk menemani Fermina yang sudah menjadi janda. Setelah waktu
bergulir 51 tahun, 9 bulan, 41 hari, sekali lagi ia mengutarakan apa yang pernah
ia ungkapkan pada Fermina, dan mereka akhirnya bersatu.
Kalau
Haruki Murakami, novelis Jepang ternama yang berkali-kali diunggulkan menerima
Nobel Sastra, menggandrungi lari, kafe, jazz, dan The Beatles sehingga
memunculkan detail-detail itu dalam karyanya, Gabo pun tidak jauh berbeda. Ia
menuangkan di sana-sini apa-apa saja yang ia sukai: cinta, keberadaannya di
dekat wanita, dan tokoh wanita berkarakter independen, tajam, tetapi tak
berdosa.
Novel
ini mengambil latar waktu antara tahun 1870—1930, saat wabah kolera terjadi di
seluruh negeri serta adanya berbagai perang saudara yang menimbulkan
ketidakstabilan pemerintahan dan politik. Gabo, yang telah menjadi jurnalis
sejak berusia 19 tahun, menyelipkan kritik sosial di karyanya ini. Salah
satunya meluncur dari bibir Paman Leo XII, paman dari Florentino Ariza. Paman
Leo XII berkata,
“Umurku hampir seratus tahun dan aku sudah
melihat segala sesuatu berubah, termasuk posisi bintang-bintang di semesta,
tapi aku belum pernah melihat perubahan apa pun di negeri ini,” kata Paman Leo
biasanya. “Di sini mereka membuat undang-undang baru, konstitusi baru, dan
perang baru setiap tiga bulan sekali, tapi kita masih terjebak di zaman
kolonial.”
Cinta
di Tengah Wabah Kolera ini adalah novel pertama Gabo yang terbit setelah ia
menerima Nobel Sastra pada tahun 1982. Karya-karyanya memiliki ciri khas berupa
penyampaian realita dan pesan yang kuat. Wajahnya dikenal di seluruh penjuru
negeri, bahkan oleh orang-orang yang belum pernah membaca tulisan-tulisannya.
Ia menjadi pahlawan yang dielu-elukan semua kalangan. Sekelompok gerilyawan
pernah menculik seseorang dan membuat tuntutan agar Gabo mau menjadi presiden
‘demi menyelamatkan tanah air’.
Cinta
Florentino Ariza abadi bagi Fermina Daza, dan karya Gabriel Garcia Marquez
abadi bagi sastra dunia.
**
Sumber bacaan tambahan:
Memikirkan Kata: Panduan Menulis untuk Semua, 2019, terbitan Galeri Buku Jakarta.
0 comments:
Post a Comment