Kadangkala saya mendapat pertanyaan mengenai ‘memasak sendiri’
dari anak-anak muda yang tinggal seorang diri.
Memasak, pun bagi orang yang memang hobi melakukannya,
terhitung sulit jika harus memasak sendiri dan harus menyiapkan dua sampai tiga
menu dalam sehari. Kesulitannya terletak pada sedikitnya menu yang bisa dibuat
sehingga frekuensi pengulangan menu meningkat, akibatnya aktivitas tersebut
tidak berlangsung lama.
Selain itu, kesulitan juga timbul dari bagaimana
menghabiskan bahan makanan untuk porsi satu orang. Seringkali orang-orang
memasak terlalu banyak dan pada akhirnya memakan menu yang sama berulang kali.
Dari situlah muncul kebosanan yang membuat mereka perlahan-lahan tidak lagi
memasak sendiri.
Untuk mengatasi hal tersebut, saya menyarankan untuk mulai
dari teh, alih-alih tiba-tiba menantang diri sendiri untuk memasak. Kalau ada
suara-suara dari orang yang tidak bisa minum teh atau tidak suka teh, saya
abaikan terlebih dulu suara itu.
Selama dua tahun sejak pindah ke Tokyo, ada periode ketika
saya membeli teh dalam botol. Ukurannya dua liter, harganya sekitar 150 yen. Kalau
saya memakai teh celup, untuk ukuran dua liter saya hanya mengeluarkan uang
tidak sampai 10 yen. Teh celup yang murah dijual sekitar 150 yen yang berisi 50
kantong (satu kantong untuk satu liter). Sampah pun bisa berkurang dengan cara
ini.
Menyeduh teh sendiri bukan hanya berurusan dengan menghemat
uang. Setiap hari kita akan menjerang air dan membuat minuman. Awalnya memang
terasa berat, tetapi dari situ timbul suatu kebiasaan. Kebiasaan itu, bisa
jadi, adalah langkah pertama dari kegiatan memasak sendiri.
Ketika masih sekolah, saya pernah berkunjung ke rumah salah
seorang kenalan di daerah Izu. Di sana, saya disuguhi teh yang rasanya sangat
lezat. Saya bertanya teh dari mana yang digunakan, dan ia menjawab, “Cuma teh
yang saya beli di swalayan dekat rumah.” Sepulang dari rumahnya, saya mampir ke
swalayan untuk membeli teh yang sama persis. Begitu saya coba seduh dan minum
di rumah, rasanya sama sekali berbeda. Saya berpikir mungkin karena faktor air
yang digunakan, jadi saya membeli air yang bersumber dari gunung Fuji yang
rasanya sangat enak. Saya menyeduh teh dengan air tersebut, tapi tetap saja ada
sesuatu yang berbeda. Saya sendiri tidak tahu apa yang berbeda.
Pertanyaan saya itu terjawab sepuluh tahun kemudian.
Kawan saya yang orang Izu itu, setiap hari meminum teh yang
diseduh sendiri. Ia sudah hafal di luar kepala berapa banyak daun teh yang
dipakai dan berapa lama durasi penyeduhannya. Rasa teh juga bisa berubah dari
cara penuangan air panas, apakah langsung atau perlahan-lahan dituang. Setiap
hari ia menyeduh teh sendiri, dan lambat laun ia paham hal-hal seperti itu
dengan sendirinya.
Tips membuat minuman teh dengan teh celup yaitu menyeduhnya
setiap hari. Pertama-tama, gunakan sedikit air panas untuk menguapkan teh
sekitar 30 detik. Penjelasan pada kemasan teh untuk cara menyeduh ini biasanya
tertulis “angkat teh celup dari air”, tetapi saya menghiraukan penjelasan
tersebut. Kalau teh tersebut habis diminum dalam sehari, saya rasa tidak ada
masalah. Omong-omong, bekas teh celup bisa digunakan untuk membersihkan noda
bekas minyak goreng, dan itu sangat praktis.
Selanjutnya mengenai suhu air. Jamak dikatakan bahwa untuk
menyeduh mugicha atau houjicha perlu air mendidih, sementara
untuk sencha perlu air bersuhu sekitar 80 derajat; tetapi tak masalah
juga kalau pakai ukuran sendiri-sendiri. Walaupun orang menyebut bahwa itulah
yang berlaku di seluruh rumah, menurut saya aturan yang saklek begitu tidak
akan bertahan lama. Justru dengan kemudahan dan kelonggaran, lebih banyak hal
yang bisa terus berjalan dengan lancar. Untuk musim dingin, ketika menyeduh
teh, saya memasukkan air panas hingga setengah ke dalam botol tahan panas, lalu
menambah setengahnya lagi dengan air bersuhu biasa. Sementara untuk musim
panas, saya memasukkan air dingin ke dalam teko, mendinginkannya dengan gel
beku dan memasukkannya ke dalam kulkas.
Saya membeli mugicha dan houjicha kemasan celup di kedai teh
di dekat rumah. Harganya memang lumayan mahal, tetapi untuk satu liter,
hitungannya tetap tidak sampai 10 yen. Kalau bosan dengan teh yang sama, saya
membeli kertas saring terpisah di toko serba 100 yen, lalu membuat teh racikan
sendiri. Seringkali teh racikan saya adalah campuran dari genmaicha dan
houjicha. Kalau rasanya kurang bisa diterima lidah atau perlu aroma teh yang
lebih kuat, saya menambahkan mugicha.
Dengan menyeduh teh secara rutin setiap hari, ritme
aktivitas keseharian akan terbentuk. Melalui aktivitas menjerang air dan
menyeduh teh di teko, kemalasan bisa berkurang sedikit demi sedikit.
Saat ini saya sudah tinggal berdua bersama istri saya,
setelah melalui masa-masa tinggal sendiri. Meskipun setiap hari kami minum teh
yang sama, istri saya selalu menyisakan sekitar segelas teh di dalam teko. Sayalah
yang meminum segelas teh terakhir tersebut, kemudian mencuci teko, menyaring
air leding, menjerang air, lalu menyeduh teh untuk minum selanjutnya.
Dan segelas teh pertama selalu diteguk oleh istri saya.
**
Diterjemahkan dari kolom ini, yang ditulis oleh Ogihara Kyorai, seorang penulis lepas dan esais.
Keterangan:
Mugicha: teh barli
Houjicha: teh hijau sangrai
Sencha: teh hijau
Genmaicha: campuran teh hijau dan beras coklat sangrai
0 comments:
Post a Comment