Sekitar tiga tahun lalu, seorang kawan berkirim pesan pada
saya.
“Kira-kira apa ya yang ngetren tahun depan?”
Saya nggak punya kemampuan membaca masa depan, nggak bisa
baca kartu tarot, nggak ngerti cara baca garis tangan, dan nggak minat
melanjutkan pembicaraan aneh yang terlalu mendadak ini, jadi saya jawab
singkat: entah.
Beberapa hari setelahnya, saya baru tahu kalau kawan saya
itu tengah berencana memulai bisnis dengan berjualan, makanya ia bertanya
demikian pada saya. Saat itu, saya sampaikan bahwa bisnis apapun terkait
perempuan hampir pasti nggak ada matinya, jadi silakan dipertimbangkan hal
tersebut. Sayangnya, teman saya mementahkan usulan saya dengan banyak argumen,
salah satunya adalah karena ia laki-laki. Saya cuma nggumun, memangnya kalau laki-laki lalu nggak boleh jualan daster
atau jilbab? Asdfghjkl.
Lantas saya mengajukan usulan lagi. Saya katakan, bahwa gaya
hidup sehat sedang digandrungi saat ini. Diet ala ini atau ala itu lah,
smoothies kekinian, dan macam-macam lainnya saya sebutkan juga. Jual saja
minuman-minuman sehat begitu, saran saya, yang lagi-lagi ditolak. Kali ini
penolakannya didasari alasan bahwa ia bukan pelaku gaya hidup tersebut. Dua
penolakan ini bikin saya keki juga, dan akhirnya sebodo amat dengan rencana
kawan saya ini.
Seperti kawan saya, saya rasa tidak sedikit karyawan atau
pekerja kantoran yang antenanya di otaknya langsung berkedip saat mendengar
kata ‘bisnis’. Bisnis menjadi sesuatu yang seksi untuk diperbincangkan di
kalangan pekerja kantoran; selain sebab bisa menambah sumber penghasilan, juga
sebab hal ini bisa menyinggung kebanggaan sebagai seorang manusia.
Lha ya siapa yang nggak muntab kalau setiap hari disuguhi:
terlalu lama berada di zona nyaman akan menghambat pertumbuhan pribadi Anda. Terlalu
nyaman dengan jadwal harian berangkat pagi pulang malam dari Senin sampai Jumat
lalu akhir bulan terima gaji merupakan salah satu tanda bahwa Anda sudah berada
dalam zona nyaman. Keluarlah dari zona nyaman, carilah zona baru Anda!
Atau sebab saban hari dicekoki teori Pak Robert Kiyosaki
tentang empat kuadran yang disadur dan diamini oleh hampir seluruh manusia di
muka bumi. Karyawan menempati posisi kuadran kiri atas, yang seringkali
digambarkan dengan “Anda menggunakan seluruh waktu dalam hidup Anda hanya untuk
bekerja demi orang lain”. Gambar di kuadran ini seringnya adalah: laki-laki
berjas dan berdasi, menenteng tas, tengah tertunduk lesu; atau mbak-mbak dengan
tangan menopang dagu di depan meja kerja dengan wajah muram. Pak Robert
mengajak orang-orang di kuadran ini untuk sebisa mungkin menyeberang ke kuadran
sebelah kanan, yang berisi pemilik bisnis dan investor, ben duit mili nang dompetmu masiyo kowe gak kerjo. Agar uang
mengalir ke dompetmu walau kau tak bekerja.
Barangkali karena ingin mencari zona baru, mengikuti sabda
Pak Robert, mendapat hidayah, atau sebab hal-hal lain, banyak karyawan yang
menjajal berbisnis. Di akhir kisah, ada yang benar-benar beralih menjadi
pemilik bisnis (kawan saya yang lain akhirnya mengundurkan diri dari kantor
sebab bisnis pakaiannya sudah beromset miliaran), ada yang masih harus berusaha
membagi waktu antara kerja kantor dan bisnis (kawan saya yang lain sering menghilang
dari mejanya untuk menerima telepon dari kliennya), ada yang tekor dan kapok
(kawan saya yang lain sudah mencoba enam bisnis berbeda-beda yang seluruhnya
bangkrut), dan ada yang tak kemana-mana sebab tak kunjung memulai (kawan yang
saya ceritakan di awal tulisan sampai sekarang belum memulai bisnis apapun).
Namun ini adalah akhir kisah. Saya nggak akan mengulasnya lebih dalam, karena
judul tulisan kali ini adalah ‘Membincang Gairah Berbisnis’, bukan ‘Membincang
Akhir Perjalanan Para Pebisnis’.
Gairah berbisnis tentunya merupakan sesutau yang mutlak
harus dimiliki oleh siapapun yang ingin berbisnis. Kalau nggak ada gairah,
tersandung kerikil saja bisa menyebabkan mutung, alias ngambek. Adik-adik yang
sedang belajar bersepeda pun demikian: ia ingin lancar bersepeda, maka ia harus
memiliki niat dan gairah agar lulus bersepeda—kalau perlu sampai bisa lepas
stang. Kalau si adik ini belajar bersepeda cuma karena dipaksa bapaknya padahal
ia sendiri nggak mau dan nggak ingin bisa bersepeda, maka begitu ia jatuh dan
terluka, ia nggak akan berusaha untuk meraih sepedanya lagi.
Dari hasil pengamatan ngawur saya, ada beberapa tipe orang
terkait gairah berbisnis ini, terutama bagi pekerja kantoran:
1.
Orang yang gairah bisnisnya menyala-nyala dan
terus begitu
Tipe ini adalah orang yang sejak awal memang berniat untuk berbisnis,
langsung bertindak, dan terus memperbesar aksinya.
Kawan saya yang masuk tipe 1 ini sudah saya kenal tujuh tahun lalu, saat
kami masih berstatus mahasiswa. Dalam perbincangan kami yang sebenarnya tak
sering-sering amat, ia beberapa kali mengungkapkan keinginannya untuk berbisnis
dan apa yang melatarinya, meskipun tak ada bayangan apa yang harus ia lakukan.
Tiga tahun berselang, beranda akun facebooknya mulai sering berisi
barang-barang dagangannya. Empat tahun berselang, akun facebooknya berganti
nama menjadi nama produk dagangannya. Lima tahun berselang, ia menambah lini
produk. Tahun ini, ia mengundurkan diri dari kantor.
2.
Orang yang gairah bisnisnya berkobar di dalam
hatinya
Tipe ini adalah orang yang semangatnya luar biasa dalam berbisnis, tetapi
ia tidak mengungkapkannya kepada teman-temannya. Ia tak banyak berkoar kalau
ini bisnis yang ia tekuni, itu bisnis yang ingin dilakoni. Semangatnya lebih
tampak pada aktivitasnya di dunia maya.
Siapa sangka kalau kawan saya yang termasuk tipe 2 ini penghasilannya
dari bisnis sudah jauuuh melampaui gaji dari kantor?
3.
Orang yang gairah bisnisnya tinggi di permulaan,
menurun kemudian
Tipe ini adalah orang yang pada awal bisnisnya dimulai, ia begitu
bersemangat menjalankannya. Banyak konsumen yang sudah ia rebut hatinya lewat
produknya yang apik, pemasaran yang menarik, dan pelayanan yang ciamik. Namun
apa daya, teriakan-teriakan konsumen loyalnya akan permintaan produk baru tak
sanggup membawanya kembali ke dunia bisnis. Semangatnya menguap, sampai ia
akhirnya menutup bisnisnya.
Kawan saya yang masuk tipe 3 ini bercerita, kalau ia memulai bisnisnya
gara-gara baby blues. Keinginan itu
langsung ia wujudkan dengan mencari pemasok dan klien. Tak lama, produknya
mulai dipasarkan dan mulai dilirik pembeli. Saat produknya mulai dikenal,
anaknya yang dulu menjadi penyebabnya memulai bisnis mulai beranjak besar dan
membutuhkan perhatian lebih. Kawan saya tak sanggup membagi waktunya.
Lebih-lebih, ada satu prinsip hidupnya yang kembali menyeruak yang
menyebabkannya tak lagi ingin memasarkan produknya. Gairahnya redup seketika. Sekarang
bisnisnya tak ada kabar, dan ia sedikitpun tak ingin kembali menekuninya.
4.
Orang yang gairah bisnisnya hanya ada di awang-awang
Orang yang masuk tipe ini, kemungkinan besar, adalah orang yang terlalu
banyak membaca buku motivasi bisnis. Sayangnya, kegemarannya hanya membaca,
bukan bertindak. Akibatnya, ia mengerti banyak teori-teori dan rencana, tapi
minim aksi. Padahal, kata pepatah, yang paling penting adalah bertindak.
Atau, bisa jadi, orang yang masuk tipe ini adalah orang yang tidak tahu
harus mulai dari mana. Wacananya seabrek: dagang ini sedang ngetren-usaha ini
sedang laku-yang ini lagi sepi; tapi ia tidak ke mana-mana. Ikut seminar bisnis
sana-sini; tapi tidak ke mana-mana. Intinya sama juga, minim aksi.
Tapi tipe 4 ini jangan diremehkan juga. Tidak menutup kemungkinan esok
atau lusa ia mendapat ilham untuk langsung mewujudkan apa yang selama ini ada
di awang-awang tadi. Saya kira ini
bisa jadi jauh lebih besar efeknya, sebab sebelumnya ia telah memiliki rencana
dan teori di kepalanya.
Pesan
saya—yang tak tahu apa-apa ini, jadi boleh diabaikan—, bagi yang gairah
bisnisnya sedang sangar-sangarnya, silakan dijaga. Jangan sampai padam. Itu
yang membuat bisnis berkembang, dan jadi tak gampang patah arang. Buat yang
belum punya, silakan dicari, tetapi nggak usah dipaksakan. Kakek saya pernah
bilang kalau memaksakan sesuatu akan berdampak kurang baik bagi kita sendiri. Saya
dulu pernah memaksakan diri untuk memanjat pohon kersen yang dahannya sudah
agak lapuk, dan berakibat dahan tersebut patah. Untungnya saat itu kedua tangan
saya sempat berpegangan pada pokok pohon jadi saya tak ikut jatuh ke tanah
bersama dengan si dahan tadi.
27
Agustus 2017
-sebentar
lagi final Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2017, semoga Owi/Butet dan Ahsan/Rian
menang, amin-