Hari saya terbilang sempurna jika sudah ditemani secangkir teh
tawar hangat.
Tawar saja. Tanpa gula, tanpa pemanis. Toh hidup juga tidak
selalu manis.
Airnya hangat saja, tidak panas, tidak juga dingin. Senyum
yang hangat lebih berkesan daripada tawa yang dingin, bukan?
Satu lagi. Tehnya biasa saja, tidak terlalu encer, tidak
terlalu pekat. Percaya atau tidak, hidup dalam kepekatan bisa membunuh otak dan
tubuhmu perlahan-lahan.
Oh, ternyata ada lagi. Teh celup yang dicelupkan maksimal 30
detik lebih nikmat daripada teh seduh. Kata orang, mencelupkan kepala dalam air
maksimal 30 detik juga membuat pikiranmu lebih segar.
Secangkir teh tawar hangat setiap hari tidak akan membuat
hidupmu semakin repot. Apa yang repot kalau kamu masih bisa menyeruput teh sambil
menghirup aromanya yang—terdengar klise, namun memang inilah faktanya—wangi dan
menyegarkan? Apa yang repot kalau kamu masih bisa menikmati indahnya hidup dengan
segala pernak-perniknya di depan mata dengan secangkir teh?
Kalau kata ‘tawar’ sudah membuatmu ogah, sebaiknya simak
kalimat berikut terlebih dahulu: kamu bisa saja sangat mencari orang yang
dahulu sangat kamu hindari.
Teh tawar hangat tidak pernah ada dalam daftar minuman
kesukaan saya, sampai sekitar tiga tahun lalu. Ketika itu, saya akhirnya menyadari
bahwa bubur ayam adalah menu yang paling pas untuk sarapan: porsinya pas, cukup
mengenyangkan untuk mengganjal perut sampai tiba waktu makan siang, namun tidak
terlalu berat sehingga tidak membuat mata mengantuk di pagi hari. Dan terima
kasih yang paling dalam dan tulus dari saya teruntuk abang-abang penjual bubur
ayam di Jakarta yang memberikan teh tawar hangat sebagai pendamping bubur ayam.
Gratis pula.
Karena seringnya bubur ayam dan teh tawar hangat mengawali
hari saya, saya jadi berubah pikiran. Awalnya, saya selalu beranggapan bahwa
teh manis, apalagi ditambah es batu, adalah cara paling jenius untuk minum teh.
Perlahan, bagi saya teh tawar hangat adalah teman yang paling menyenangkan,
melebihi hadirnya es teh manis saat matahari sedang bersinar terik.
Berpaling dari es teh manis ke teh tawar hangat bukanlah
sebuah dosa. Demikian pula, berubah pikiran bukanlah sesuatu yang konyol. Wong
yang darinya cinta kemudian berubah menjadi nggak cinta saja lumrah, apalah
lagi hanya sekedar masalah teh.
Teh, kabarnya, mengandung antiosidan yang baik untuk
kesehatan. Kabarnya juga, teh mengandung tanin alami yang mengurangi penyerapan
zat besi sehingga dapat menyebabkan anemia. Mengenai seabrek manfaat ataupun segunung bahaya teh,
saya tidak begitu peduli, apalagi ambil pusing. Buat saya, keberadaan secangkir
teh tawar hangat di hari saya sudah sangat cukup.
Secangkir teh tawar hangat. Sesekali, cobalah minum. Memang
sedikit pahit di awal, namun segar. Seperti kerikil yang membuat tersandung di
tengah jalan, namun justru membuat kita awas.
Lupakan kerikil.
Ini hanya sekedar masalah teh.
https://id.pinterest.com/pin/327848047848919824/
明日金だ!