Sabtu pagi saya hari ini berbeda dari Sabtu-Sabtu saya yang lalu. Biasanya kalau sedang malas sekali, saya masih meneruskan tidur, atau kalau sedang rajin, saya sudah pegang buku bahasa Jepang sambil sedia kamus, atau kalau sedang rajin sekali, saya sudah berada di tempat lain—bukan di kamar kos. Tapi Sabtu saya kali ini tidak demikian. Saya tidak tidur, tidak pegang buku bahasa Jepang dan kamus, dan masih di kamar kos.
Pagi ini mata saya sudah basah, sudah mbrebes
mili. Padahal masih sekitar pukul 9 pagi. Saya sampai merasa cengeng sekali. Apalagi
sebab saya mbrebes mili itu adalah sebuah novel. Judulnya Of Mice and Men,
karya John Steinbeck. Novel terjemahan terbitan Ufuk Press itu sampai di tangan
saya hari Rabu lalu, namun baru saya baca hari Jumat malam—cuma baca satu bab
saja waktu itu, kemudian saya tertidur.
Selain harganya yang amat murah—diskon sekian
puluh persen di bukabuku.com sampai harganya hanya sekitar Rp 13.000, saya
tertarik membelinya karena sinopsis di bawah identitas buku di situs
bukabuku.com.
Begini sinopsisnya:
George yang bertubuh kecil dan Lennie yang
jauh lebih besar dan dungu adalah sepasang pengelana. Mereka tak punya apa-apa
di dunia ini selain diri mereka sendiri dan sebuah impian. Mereka bermimpi
memiliki sebidang tanah sehingga bisa hidup dengan damai. Mereka pun mencari
pekerjaan di sebuah peternakan di Kalifornia, dengan harapan akan tinggal cukup
lama di sana dan mengumpulkan uang bersama. Tetapi, Lennie, yang baik hati dan
bersifat kekanakan, sering mendapat masalah. Ia tak mampu mengendalikan diri,
baik emosi maupun kekuatan luar biasa. Ia pun menjadi sasaran kekejaman orang
lain. Ketika suatu hari ia mendapat masalah besar lagi, tampaknya George tak
akan dapat menyelamatkan sahabat sejatinya seperti sebelumnya. Bagaimanakah
akhir petualangan mereka, akankah mereka terpisah?
Of Mice and Men merupakan salah satu buku
karya John Steinback yang terkenal dan paling populer.
Membaca sinopsis itu saja, saya sudah ingin
membeli novel ini. Namun saya tidak mau tergoda begitu saja dengan kalimat terakhir
di atas, meskipun itu juga cukup untuk menjadi sebuah jaminan: Of Mice and Men
merupakan salah satu buku karya John Steinback yang terkenal dan paling populer.
Saya mencari tahu tentang buku ini, tentu saja dengan bantuan Google. Informasi
yang muncul di sana kemudian semakin memperkuat keyakinan saya bahwa buku ini harus saya beli: ia sudah diterjemahkan
ke banyak bahasa dan sekian kali cetak ulang, serta sudah pula diangkat ke
film.
Ketika novel itu pada akhirnya ada di depan
saya, sebaris tulisan di bagian bawah sampul depan semakin membuat saya
penasaran. Ia berbunyi demikian: salah satu novel klasik terbaik sepanjang
masa.
Jalinan kisahnya sungguh sangat sederhana,
namun diceritakan dengan rapi dan baik. Hanya berpusat tentang dua orang
laki-laki. Persis seperti sinopsisnya. Namun penggambaran George yang—menurut pengakuannya
sendiri—tidak terlalu cerdas, tetapi sangat peduli pada teman perjalanannya, Lennie,
yang sedemikian dungu dan sangat polos—ia selalu hanya ingin diizinkan
memelihara kelinci—membuat saya semakin jatuh hati pada novel ini. Tokohnya
tidak banyak, latar tempatnya pun begitu. Pendeknya, tidak perlu berpikir keras
mengingat-ingat nama tokoh dan lokasi.
Dialog-dialog yang sederhana namun sangat
indah juga sangat memikat. Lennie begitu senang mendengar kisah yang
diceritakan George berulang-ulang sampai ia hafal—Lennie sungguh dungu, ia
sering melupakan peristiwa namun ia sering ingat perkataan George.
Lennie merasa senang. “Itu dia, itu dia. Sekarang katakan bagaimana
tentang kita sendiri.”
George melanjutkan. “Kita tidak seperti itu. Kita punya masa depan. Kita
punya seseorang yang dapat kita ajak bicara yang sangat memperhatikan kita. Kita
tidak perlu duduk di bar menghabiskan uang kita karena kita tak punya tujuan
pulang. Jika orang lain masuk penjara, tak ada yang membesuk mereka karena
tidak ada yang peduli. Kita tidak seperti itu.”
Lennie menyela. “Tetapi kita tidak seperti itu! Mengapa begitu.
Karena…karena aku punya kau yang selalu menjagaku, dan kau punya aku yang
selalu menjagamu, yah…itulah sebabnya.” Lalu,
ia tertawa gembira. “Lanjutkan, George!”
“Kau telah hafal. Kau bisa melakukannya sendiri.”
“Tidak, kau saja. Aku lupa beberapa bagiannya. Ceritakan saja apa yang
akan terjadi.”
Akhir kisah yang mengejutkan juga patut
menjadi poin lebih untuk novel ini. Akhir kisah perjalanan George dan Lennie
inilah yang mempermainkan emosi saya, mengaduk-aduk perasaan saya, dan berhasil
membuat saya mbrebes mili pagi-pagi. Siapa yang tega membayangkan seorang Lennie,
yang terus menerus bertanya, “Kau tidak akan meninggalkanku, kan, George?”; mengancam
“Aku akan pergi ke bukit dan mencari sebuah goa jika kau tidak menginginkan
aku.”; atau merengek “Ayo kita lakukan itu sekarang. Ayo kita ambil tempat iitu
sekarang.”, pada akhirnya harus bertanggung jawab atas suatu perbuatan yang ia
lakukan begitu saja tanpa niat. Setelah sampai di halaman terakhir, saya
masih bisa membayangkan sesuatu yang sampai kapan pun tetap menjadi idaman
mereka berdua, yaitu sebuah rumah kecil, seekor sapi, dan beberapa ekor ayam—di
tanah itu mereka akan punya sebidang kecil padang rumput alfalfa untuk
kelinci-kelinci yang akan diurus oleh Lennie atas permintaannya sendiri, dan
mereka akan hidup di atas tanah yang subur.
Ah, saya tidak merasa rugi menghabiskan Sabtu
pagi saya dengan Of Mice and Men ini.
230814.
Kamar kos. Ruang tengah berisik sekali, rupanya karena teman kos sedang menonton Super Junior yang tampil di HUT RCTI.